Islam tidak hanya sebagai sebuah agama
saja akan tetapi merupakan cara hidup (Way of Life). Oleh sebab itu,
ketika melakukan Perencanaan Keuangan Syariah, maka cara yang dilakukan haruslah
dengan cara dan pola fikir secara Syariah. Sejak Keuangan
syariah mulai marak dikenal masyarakat, belakangan bermunculan konsultan
perencanaan keuangan secara syariah. Ada yang terang-terangan mencantumkan kata
syariah dalam menawarkan jasanya, ada pula yang malu-malu, dalam arti tidak
mengatakan lembaganya adalah lembaga syariah namun menawarkan jasa perencana
keuangan syariah, bahkan sering mengedukasi masyarakat mengenai perencanaan
keuangan syariah dan mengajak berinvestasi secara syariah.
Perencanaan
Keuangan Syariah tidak hanya
menggunakan produk keuangan Syariah, tapi dalam melakukan perencanaan keuangan,
perencanaan kehidupan dan perhitungannya, semua selalu diusahakan secara
maksimal untuk memenuhi seperti yang tercantum didalam Al-Qur’an dan Hadits. Perencanaan Keuangan
Syariah dimulai dari pola berpikir yang tidak memisahkan Islam
dalam ranah ibadah ritual saja, namun memasukkan hukum-hukum Islam dalam
kegiatan sehari-hari. 5 Pilar perencanaan keuangan syariah dimulai dari 1) Cara
memperoleh penghasilan, 2) Cara mengelola penghasilan tersebut termasuk
membelanjakan dan menginvestasikan, 3) Cara melindungi harta yang diperoleh
dari penghasilan tersebut, 4) Cara membersihkan harta yang dimiliki, dan 5) Cara
mendistribusikan harta. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah saw: “Tak akan
bergerak kaki manusia pada hari kiamat sehingga ditanya tentang umurnya untuk
apa dihabiskan, tentang ilmunya pada apa dia lakukan, tentang hartanya dari
mana dihasilkan dan pada apa dia belanjakan” HR. Tirmidzi.
1. Memperoleh
Pneghasilan
Penghasilan yang diperoleh haruslah
halal dan thoyib. Jika ada keraguan akan suatu penghasilan atau kita
kategorikan sebagai subhat, sebaiknya dipisahkan dari sistem Perencanaan
Keuangan Syariah. Perencanaan Keuangan Syariah hanya menerima penghasilan yang
benar-benar halal dan thoyib. Jangan campurkan sesuatu yang jelas baik
dengan yang kotor. Dengan cara ini, penghasilan yang diperoleh bukan dari
hasil korupsi, memanipulasi maupun memperdaya pihak lain. Para ibu
yang menerima penghasilan dari suaminya harus memastikan bahwa uang yang
diperolehnya hanya dari sumber yang halal. Tidak ada salahnya seorang istri
menanyakan hal tersebut pada suaminya, tentu dengan cara yang ma’ruf.
“Rasulullah pernah menceritakan bahwa ada seorang yang bersafar kemudian
menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa Ya Robby, akan tetapi makanan
dan minuman berasal dari barang yang haram maka bagaimana bisa doanya akan
dikabulkan?” HR Muslim No. 1014.
2. Mengelola
Penghasilan
Telah nyata dalam Al Qur’an dan hadits
cara membelanjakan harta yang dimiliki. Kita tidak boleh boros namun jangan
juga kikir (QS. 25 :67). Allah lebih menyukai orang yang dermawan daripada ahli
ibadah namun kikir (HR. Tirmidzi). Ada pula peringatan untuk tidak mudah berhutang.
Nabi SAW bersabda “Diampunkan semua dosa bagi orang yang mati syahid kecuali
jika ia mempunyai hutang kepada manusia”. HR. Muslim No. 6/38. Simak juga
peringatan untuk tidak meninggalkan keturunan dalam keadaan lemah dan miskin
(QS. 4:9). Dalam konteks kekinian, maka menyiapkan pendidikan bagi anak
sangatlah penting, bukan hanya pendidikan akademis, namun juga keahlian untuk
bertahan hidup.
Selanjutnya berbagai cara berinvestasi.
Banyak cara berinvestasi yang tersedia di sekeliling kita, baik itu individu
dan keluarga, investasi di sektor keuangan, atau di sektor riil. Apapun caranya
boleh saja asal sesuai dengan ketentuan Syariah dan jangan terjebak pada
investasi “bodong”. Selain di dunia, umat muslim percaya adanya kehidupan
akhirat. Demikian juga investasi bukan hanya di dunia namun juga untuk
kehidupan akhirat.
3. Melindungi
Harta
Ada beberapa cara terbaik untuk
melindungi harta, jika asuransi syariah menjadi pilihan, maka metode human life value atau income based value yang sesuai Syariah tentu dapat
digunakan. Selain itu, menabung juga bisa menjadi cara untuk melindungi harta,
Rasulullah Faw bersabda: “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang
berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana, dan dapat
menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya”. HR.
Muslim dan Ahmad.
4. Membersihkan Harta
Di dalam harta yang dimiliki ada
sebagian milik orang miskin yang meminta-minta dan tidak meminta. (QS.51:19) sehingga
wajib untuk mengeluarkan sebagian harta tersebut karena yang sebagian tersebut
pasti bukan milik kita. Jangan takut harta akan berkurang, karena Allah akan
melipat-gandakannya dengan bersedekah, sesuai janji-Nya, sedekah akan dibalas
10 kali lipat atau bahkan 700 kali lipat (QS.2:261). Ini janji Allah bukan
janji manusia yang kadang-kadang tidak ditepati.
5. Distribusi Harta
Harta akan didistribusikan pada
akhirnya. Saat meninggal dunia, maka harta yang ditinggalkan akan di
wariskan. Perintah menulis wasiat (QS.2:180 dan 240) membuat kita dapat mempersiapkan
pola pendistribusian harta sesuai syariah. Pekerjaan ini memerlukan ilmu faraidh
(waris).
Tujuan-Tujuan Keuangan dalam Perencanaan
Keuangan Syariah
Dalam perencanaan keuangan Syariah,
tujuan-tujuan keuangan yang harus dipenuhi dimulai dari menyiapkan aqiqah
untuk anak yang baru lahir, memberi pendidikan dan menikahkan jika sudah
saatnya. Memiliki rumah dan kendaraan tentu juga menjadi tujuan,
menyiapkan dana haji, menyiapkan dana pensiun, sampai mempersiapkan investasi
akhirat. Bagaimana dengan berlibur atau memilih pendidikan yang mahal dan
baik bagi anak? Tentu saja hal itu tidak dilarang, jika memang mampu
menyiapkannya.
Kelima pilar perencanaan keuangan
syariah maupun penetapan tujuan keuangan sesuai syariah tersebut dapat mewakili
perencanaan keuangan syariah dalam kehidupan keseharian kita dan salah satu
cara menjadikan Islam sebagai cara hidup kita. Bisa dilihat bahwa dengan
melakukan Perencanaan Keuangan secara Syariah kita tidak hanya mengharapkan
ketenangan secara dunia, tapi juga mengharapkan keberkahan hidup dan ketenangan
di akhirat nanti. Amin.