Sunday, December 7, 2014

Belajar dari Korsel

Catatan ini saya dapat dari mengikuti seminar INDEF, sedikit pelajaran yang bisa diambil hikmahnya dari sebuah negara yang memiliki tahun kemerdekaan sama dengan Indonesia namun berbeda dalam perkembangannya. Negara itu adalah Korea Selatan (Korsel), negara yang merdeka pada 15 Agustus tahun 1945 dengan total luas 100.210 km persegi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Indonesia (1.904.569 km persegi).

Korea Selatan adalah salah satu negara termiskin di dunia ketika baru mendapatkan kemerdekaannya pada tahun 1945. Kemiskinan tersebut semakin kronis akibat terjadinya perang Korea selama tiga tahun (1950-1953). Akibat perang tersebut kemiskinan di Korsel makin menjadi dengan total 70% dari total penduduknya terjatuh dalam kubangan kemiskinan. Selain itu, dalam pemulihan ekonominya Korsel harus menerima bantuan sebesar 5227 miliar USD dan menjadi negara dengan penerimaan bantuan terbesar oleh asing sepanjang sejarah.

Seiring perjalanan waktu, Korsel berhasil melakukan transformasi ekonomi dimana pada tahun 1996 Korsel berhasil masuk ke dalam OECD, sebuah kelompok negara-negara maju di dunia. Bahkan di tanah air kita Indonesia atau mungkin beberapa negara lain, K-Pop lebih "ngepop" ketimbang lagu kebangsaan. Yah, Korsel berhasil menjadi salah satu negara maju dari negara miskin "hanya" dalam kurun waktu 51 tahun kemerdakaannya.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Bank Dunia, pada 1960 Korsel memiliki pendapatan perkapita sebesar US$ 82. Namun, selama kurun periode 1960 sampai dengan tahun 2013, pendapatan perkapita Korsel telah tumbuh hingga lebih dari 300 kali lipat. Selain itu, selama kurun waktu tersebut pertumbuhan ekonominya juga memiliki rata-rata mencapai 7 persen per tahun.

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, maka permasalahan kemiskinan cukup teratasi. Bila pada periode 1950an jumlah penduduk miskin mencapai 70 persen dari total penduduk, maka pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Korsel "hanya" berkisar 3,4 persen dengan "standar kemiskinan" yang mereka gunakan.

Menelaah pada negara tercinta Indonesia raya yang telah melewati 69 tahun kemerdakaan, status negara berkembang masih melekat pada "kita". Selain itu jumlah penduduk kita masih berkisar 11,37 persen dangan "standar kemiskinan" yang kita gunakan. Dengan pertumbuhan dan kondisi perekonomian yang "publikasi"nya terus mengalami situasi baik memang berhak kita untuk berharap.

Namun, tetap saja permasalahn ekonomi senantiasa menjadi "barang" politik yang begitu memikat, mulai dari isu subsidi, pajak, lapangan pekerjaan, pun inflasi. Kembali lagi, itu hanya menjadi barang politik, faktanya sumber daya alam yang kita miliki masih saja tak bisa diberdayakan apalagi dinikmati. Korsel sukse meraih kemajuan ekonomi berkat kebijakan industri dan praktik pembangunannya yang tepat sasaran. Dengan kepemimpinan pemerintah "baru" semoga perkemabgan dan tranformasi Korsel setidaknya menjadi pelajaran bagi kita untuk maju.

Tuesday, March 11, 2014

HIDUP BERKAH DAN KELUARGA SAKINAH DENGAN PERENCANAAN KEUANGAN SYARIAH


Islam tidak hanya sebagai sebuah agama saja akan tetapi merupakan cara hidup (Way of Life). Oleh sebab itu, ketika melakukan Perencanaan Keuangan Syariah, maka cara yang dilakukan haruslah dengan cara dan pola fikir secara Syariah. Sejak Keuangan syariah mulai marak dikenal masyarakat, belakangan bermunculan konsultan perencanaan keuangan secara syariah. Ada yang terang-terangan mencantumkan kata syariah dalam menawarkan jasanya, ada pula yang malu-malu, dalam arti tidak mengatakan lembaganya adalah lembaga syariah namun menawarkan jasa perencana keuangan syariah, bahkan sering mengedukasi masyarakat mengenai perencanaan keuangan syariah dan  mengajak berinvestasi secara syariah.
Perencanaan Keuangan Syariah tidak hanya menggunakan produk keuangan Syariah, tapi dalam melakukan perencanaan keuangan, perencanaan kehidupan dan perhitungannya, semua selalu diusahakan secara maksimal untuk memenuhi seperti yang tercantum didalam Al-Qur’an dan Hadits. Perencanaan Keuangan Syariah dimulai dari pola berpikir yang tidak memisahkan Islam dalam ranah ibadah ritual saja, namun memasukkan hukum-hukum Islam dalam kegiatan sehari-hari. 5 Pilar perencanaan keuangan syariah dimulai dari 1) Cara memperoleh penghasilan, 2) Cara mengelola penghasilan tersebut termasuk membelanjakan dan menginvestasikan, 3) Cara melindungi harta yang diperoleh dari penghasilan tersebut, 4) Cara membersihkan harta yang dimiliki, dan 5) Cara mendistribusikan harta. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah saw: “Tak akan bergerak kaki manusia pada hari kiamat sehingga ditanya tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya pada apa dia lakukan, tentang hartanya dari mana dihasilkan dan pada apa dia belanjakan” HR. Tirmidzi.
1.   Memperoleh Pneghasilan
Penghasilan yang diperoleh haruslah halal dan thoyib. Jika ada keraguan akan suatu penghasilan atau kita kategorikan sebagai subhat, sebaiknya dipisahkan dari sistem Perencanaan Keuangan Syariah. Perencanaan Keuangan Syariah hanya menerima penghasilan yang benar-benar halal dan thoyib. Jangan campurkan sesuatu yang jelas baik dengan yang kotor. Dengan cara ini, penghasilan yang diperoleh bukan dari  hasil korupsi, memanipulasi  maupun memperdaya pihak lain. Para ibu yang menerima penghasilan dari suaminya harus memastikan bahwa uang yang diperolehnya hanya dari sumber yang halal. Tidak ada salahnya seorang istri menanyakan hal tersebut pada suaminya, tentu dengan cara yang ma’ruf. “Rasulullah pernah menceritakan bahwa ada seorang yang bersafar kemudian menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa Ya Robby, akan tetapi makanan dan minuman berasal dari barang yang haram maka bagaimana bisa doanya akan dikabulkan?” HR Muslim No. 1014.
2.   Mengelola Penghasilan
Telah nyata dalam Al Qur’an dan hadits cara membelanjakan harta yang dimiliki. Kita tidak boleh boros namun jangan juga kikir (QS. 25 :67). Allah lebih menyukai orang yang dermawan daripada ahli ibadah namun kikir (HR. Tirmidzi). Ada pula peringatan untuk tidak mudah berhutang. Nabi SAW bersabda “Diampunkan semua dosa bagi orang yang mati syahid kecuali jika ia mempunyai hutang kepada manusia”. HR. Muslim No. 6/38. Simak juga peringatan untuk tidak meninggalkan keturunan dalam keadaan lemah dan miskin (QS. 4:9). Dalam konteks kekinian, maka menyiapkan pendidikan bagi anak sangatlah penting, bukan hanya pendidikan akademis, namun juga keahlian untuk bertahan hidup.
Selanjutnya berbagai cara berinvestasi. Banyak cara berinvestasi yang tersedia di sekeliling kita, baik itu individu dan keluarga, investasi di sektor keuangan, atau di sektor riil. Apapun caranya boleh saja asal sesuai dengan ketentuan Syariah dan jangan terjebak pada investasi “bodong”. Selain di dunia, umat muslim percaya adanya kehidupan akhirat. Demikian juga investasi bukan hanya di dunia namun juga untuk kehidupan akhirat.
3.   Melindungi Harta
Ada beberapa cara terbaik untuk melindungi harta, jika asuransi syariah menjadi pilihan, maka metode human life value atau income based value yang sesuai Syariah tentu dapat digunakan. Selain itu, menabung juga bisa menjadi cara untuk melindungi harta, Rasulullah Faw bersabda: “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya”. HR. Muslim dan Ahmad.
4.   Membersihkan Harta
Di dalam harta yang dimiliki ada sebagian milik orang miskin yang meminta-minta dan tidak meminta. (QS.51:19) sehingga wajib untuk mengeluarkan sebagian harta tersebut karena yang sebagian tersebut pasti bukan milik kita. Jangan takut harta akan berkurang, karena Allah akan melipat-gandakannya dengan bersedekah, sesuai janji-Nya, sedekah akan dibalas 10 kali lipat atau bahkan 700 kali lipat (QS.2:261). Ini janji Allah bukan janji manusia yang kadang-kadang tidak ditepati.
5.   Distribusi Harta
Harta akan didistribusikan pada akhirnya. Saat meninggal dunia, maka harta yang  ditinggalkan akan di wariskan. Perintah menulis wasiat (QS.2:180 dan 240) membuat kita dapat mempersiapkan pola pendistribusian harta  sesuai syariah. Pekerjaan ini memerlukan ilmu faraidh (waris).

Tujuan-Tujuan Keuangan dalam Perencanaan Keuangan Syariah
Dalam perencanaan keuangan Syariah, tujuan-tujuan keuangan  yang harus dipenuhi dimulai dari menyiapkan aqiqah untuk anak yang baru lahir, memberi pendidikan dan menikahkan jika sudah saatnya. Memiliki rumah dan  kendaraan tentu juga menjadi tujuan, menyiapkan dana haji, menyiapkan dana pensiun, sampai mempersiapkan investasi akhirat. Bagaimana dengan berlibur atau  memilih pendidikan yang mahal dan baik bagi anak? Tentu saja hal itu  tidak dilarang, jika memang mampu menyiapkannya.  
Kelima pilar perencanaan keuangan syariah maupun penetapan tujuan keuangan sesuai syariah tersebut dapat mewakili perencanaan keuangan syariah dalam kehidupan keseharian kita dan salah satu cara menjadikan Islam sebagai cara hidup kita. Bisa dilihat bahwa dengan melakukan Perencanaan Keuangan secara Syariah kita tidak hanya mengharapkan ketenangan secara dunia, tapi juga mengharapkan keberkahan hidup dan ketenangan di akhirat nanti. Amin.


Engkau yang di Seberang

Pesona senja merona jingga Indah dipandang mata Langkah berbuah sejarah Tujuan satukan arah Yang lekuk semakin menunduk Yang menunduk be...