Perkembangan
Indusrti Perbankan Syariah di Indonesia
Keberadaan dan perkembangan
perbankan syariah di Indonesia merupakan refleksi dari kebutuhan atas sistem perbankan
solusif yang lebih dapat memberikan kontribusi positif untuk meningkatkan
ketercakupan (financial inclusion) dan kedalaman (financial deepening),
serta meningkatkan stabilitas sistem perbankan nasional. Perkembangan industri
perbankan syariah dewasa ini mencerminkan permintaan masyarakat yang membutuhkan
suatu sistem perbankan solutif, yang selain menyediakan jasa perbankan/ keuangan
yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Tujuan dari perbankan
syariah adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, seperti melakukan
fungsi untuk mendukung sektor riil melalui pembiayaan sesuai prinsip syariah
dan transaksi riil (fungsi intermediasi), yang mendukung pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka pemerataan kesejahteraan rakyat.
Perbankan Syariah sebagai lembaga
keuangan Syariah, pada awalnya berkembang secara perlahan, namun kemudian mulai
menunjukkan perkembangan yang semakin cepat mencapai prestasi pertumbuhan jauh
di atas perkembangan perbankan konvensional. Di Indonesia perbankan Syariah
muncul sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang
memiliki dasar operasional bagi hasil. Perbankan Syariah di Indonesia, pertama
kali beroperasi pada 1 Mei 1992, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI).
Perkembangan perbankan syariah sampai
dengan bulan Oktober 2012 cukup menggembirakan. Perbankan syariah mampu tumbuh
± 37% sehingga total asetnya menjadi Rp174,09 triliun. Pembiayaan telah
mencapai Rp135,58 triliun (40,06%) dan penghimpunan dana menjadi Rp134,45
triliun (32,06%). Strategi edukasi dan sosialisasi perbankan syariah yang
ditempuh dilakukan bersama antara Bank Indonesia dengan industri dalam bentuk iB
campaign baik untuk funding maupun financing telah mampu
memperbesar market share perbankan syariah menjadi ± 4,3%.
Sedangkan untuk perkembangan jumlah perbankan, kantor, dan pekerja
perbankan syariah dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Jumlah Perbankan dan Pekerja Bank Syariah di Indonesia Tahun
2012
No
|
Jenis Bank
|
Jumlah
|
1
|
Bank Umum Syariah
-
Jumlah Bank
-
Jumlah Kantor
-
Jumlah
Pekerja
|
11
1.686
23.502
|
2
|
Unit Usaha Syariah
-
Jumlah Bank
-
Jumlah Kantor
-
Jumlah
Pekerja
|
24
502
3.053
|
3
|
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
-
Jumlah Bank
-
Jumlah Kantor
-
Jumlah
Pekerja
|
156
386
4.320
|
Total
-
Jumlah
Bank
-
Jumlah
Kantor
-
Jumlah
Pekerja
|
190
2.574
30.875
|
SDI (Sumber Daya Insani) Perbankan Syariah di Indonesia
Di
tengah perkembangan industri perbankan syariah yang pesat tersebut, perlu
disadari masih adanya beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan
syariah dapat meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan
akselerasinya secara berkesinambungan. Diantara tantangan yang harus dihadapi
adalah pemenuhan terhadap SDI (Sumber Daya Insani).
Pemenuhan
gap sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun kualitas.
Ekspansi perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh penyediaan
SDI secara memadai sehingga secara akumulasi diperkirakan menimbulkan gap mencapai
20.000 orang. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya lembaga pendidikan
(khususnya perguruan tinggi) yang membuka program studi keuangan syariah.
Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di bidang keuangan
syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk mempertahankan kualitas
lulusannya. Untuk itu perlu dukungan kalangan akademis termasuk Kementrian
Pendidikan untuk mendorong pembukaan program studi keuangan syariah. Industri
perbankan syariah secara bersama-sama juga dapat melakukan penelitian untuk
mengidentifikasi jenis keahlian yang dibutuhkan sehingga dapat dilakukan ‘link
and match’ dengan dunia pendidikan.
Tidak hanya masalah gap, masalah lain yang dihadapai perbankan
syariah menyangkut SDI adalah kondisi SDI bank syariah nasional yang didominasi oleh SDI yang
berasal dari perbankan konvensional. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Universitas Indonesia tentang SDI Bank Syariah pada tahun 2003, 20% berasal
dari fresh graduate Perguruan Tinggi, 70% dari bank konvensional, 5%
Bank Syariah lain, dan 5% lagi dari yang lainnya.
Selain itu, secara umum porsi SDI perbankan syariah nasional
berdasarkan jenjang pendidikan menunjukkan 18% berasal dari SMU, 21% D3, 59%
S1, dan 2% S2. Jadi, dominasi sarjana dalam lembaga keuangan syariah adalah 61%
dengan kondisi 10% ilmu syariah dan 90%-nya ilmu konvensional.
Kontribusi STEI
Tazkia dalam penyediaan SDI Industri Syariah
Pertumbuhan
lembaga keuangan syariah tersebut jelas membutuhkan dukungan sumber daya insani
(SDI) yang kompeten, yaitu SDI yang bukan saja memiliki kompetensi dalam bidang
sains dan teknologi tapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang
aspek-aspek syariah. Kompetensi ini juga diimbangi dengan komitmennya untuk
membangun sistem ekonomi berbasis nilai-nilai Islam.
Kiprah
Tazkia dalam pengembangan ekonomi Islam diawali pada awal tahun 1998 ketika
Bank Indonesia mulai memberikan perhatian yang lebih serius dalam pengembangan
perbankan syariah, sebagai salah satu solusi untuk menyehatkan industri
perbankan nasional yang runtuh diterjang krisis ekonomi yang dilanjutkan dengan
krisis multidimensi. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan yang paling
tepat untuk memenuhi kebutuhan SDI yang sangat mendesak.
Untuk
memenuhi kebutuhan industri lembaga keuangan syariah, STEI Tazkia
menyelenggarakan pendidikan tentang Prospek Lembaga Keuangan Syariah dalam
Perspektif Sumberdaya Insani (SDI) dan Pasar.
Jumlah Mahasiswa STEI Tazkia per
angkatan dalam enam tahun terakhir
Tahun
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
Ikhwan
|
45
|
34
|
49
|
86
|
116
|
119
|
Akhwat
|
26
|
38
|
42
|
76
|
98
|
110
|
Total
|
71
|
72
|
91
|
162
|
214
|
229
|
Total Mahasiswa Tazkia
2005-2010
|
839
|
Kemudian, dalam kancah industri dan pendidikan, STEI Tazkia telah
menjalin hubungan kerjasama dengan beberapa instansi seperti IIUM, Al Azhar
University, INCEIF, ISRA, MIHE, dan IRTI. Sedangkan kerjasama industri
perbankan dan keuangan syariah meliputi Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri,
Bank BNI Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Danamon Syariah, dan Asuransi Syariah
Takaful.
Kurikulum STEI
Tazkia dan Strategi Pengembangan Kualitas SDI Ekonomi Syariah Berbasis
Kompetensi
Kehadiran Lembaga
Keuangan Islam (Islamic Financial Institutions), baik bank, asuransi,
reksadana, modal ventura, leasing company serta koperasi syariah dan BMT,
merupakan kewajiban agama (faridhah) demikian juga sebagai dharurah
atau keniscayaan industri dan tuntutan pasar. Sementara ini perkembangan Lembaga Keuangan Islam serta bisnis-bisnis lain
yang dikelola secara Islami belum didukung dengan ketersediaan sumberdaya
insani yang memadai baik dari segi pengelola, pengusaha maupun akademisi yang
secara konsisten mengkaji, menerapkan dan mengembangkan Ekonomi Islam.
Hal ini sebagai akibat
dari dualisme program pendidikan yang kurang mengintegrasikan antara ekonomi,
bisnis dan keuangan di satu sisi dengan kajian syariah muamalah terapan di sisi
yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, Yayasan Tazkia Cendekia
mulai tahun ajaran 2001/2002, dengan izin SK. Ditjenbagais Nomor:
DJ.II/548/2003 mendirikan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam STEI-TAZKIA. Sekolah
ini membuka pendidikan Strata-1 dengan 3 program studi yaitu:
1. Bisnis dan Manajemen Syariah
2. Ilmu Ekonomi Islam
3. Akuntansi dan Keuangan Islam
Untuk memastikan
kurikulum yang diajarkan kepada mahasiswa sesuai dengan standar internasional,
STEI Tazkia telah mengadakan kerjasama dengan Al-Azhar University, Cairo,
International Islamic University Pakistan, Islamabad dan International Islamic
University Malaysia yang telah terlebih dahulu mengajarkan bidang ilmu yang
menggabungkan ilmu sains dan Qur’ani ini. Tentunya STEI Tazkia juga merujuk
kepada peraturan yang diwajibkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, RI.
Karakteristik Ekonomi
Islam adalah Rabbaniyah (God Oriented), Akhlaqiyah (Ethics),
Al Waqi’iyah (Ralistic), dan Insaniyah (Humanistic).
Untuk mewujudkan karakteristik tersebut, maka SDI yang ideal merupakan SDI
dengan atribut knowledge, skill, dan attitude yang
didasari oleh aqidah, akhlak, dan syariah.
Adapun beberapa langkah
yang dapat ditempuh dalam pengembangan SDI ekonomi syariah berbasis kompetensi
adalah sebagai berikut:
·
Menyusun materi
pendidikan/ kurikulum yang sesuai kebutuhan industri, terutama ilmu terapan
yang dapat dan diperlukan langsung oleh industri;
·
Mendorong tumbuhnya
industri pendidikan ilmu ekonomi Islam, perbankan dan lembaga keuangan syariah lainnya;
·
Mendorong dilakukannya
sinergi dan aliansi strategis, kerjasama pendidikan, pelatihan dan riset dengan
lembaga-lembaga pendidikan ekonomi, perbankan dan lembaga keuangan syariah
lainnya secara nasional maupun internasional;
·
Mendorong peningkatan kompetensi
lembaga-lembaga pendidikan ekonomi, perbankan dan lembaga keuangan syariah yang
lainnya ke dalam cakupan yang lebih luas;
·
Mengupayakan lembaga
pendidikan ekonomi, perbankan dan lembaga keuangan syariah yang berkualitas dan
profesional, sehingga dapat menghasilkan SDI (professional and human capital)
yang sesuai kebutuhan industri secara berkesinambungan;
·
Menyediakan tenaga
pengajar yang profesional yang dibutuhkan oleh industri (terdiri dari para
akademisi maupun praktisi dari industri terkait);
·
Menyediakan fasilitas
yang lengkap, up to date, termasuk teknologi yang diperlukan seperti
perpustakaan dan ruang praktik/ simulasi;
·
Melaksanakan program “training
for trainer” untuk menghasilkan pelaku/ pegiat yang kompeten bagi industri.
·
Perlu adanya sertifikasi
yang didukung oleh badan otoritas bagi SDI industri perbankan dan lembaga
keuangan syariah lainnya.
Daftar Pustaka