Saturday, October 27, 2012
TRAINING DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) UNTUK PENGUKURAN TINGKAT EFISIENSI INDUSTRI PERBANKAN
PENDAHULUAN
Data Envelopment Analysis pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978 dan 1979. Semenjak itu pendekatan dengan menggunakan DEA ini banyak digunakan di dalam riset-riset operasional dan ilmu manajemen. Pendekatan DEA ini lebih menekankan kepada pendekatan yang berorientasi kepada tugas dan lebih difokuskan kepada tugas yang penting, yaitu mengevaluasi kinerja dari unit pembuat keputusan/UPK (decisionmaking units). Semenjak tahun 1980an, pendekatan ini banyak digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dari industri perbankan secara nasional.
DEA merupakan suatu teknik program linier yang digunakan untuk mengevaluasi bagaimana suatu proses pengambilan keputusan dalam suatu unit beroperasi secara relatif dengan unit lain dalam sampel. Selanjutnya proses tersebut akan membentuk suatu garis frontier yang terbentuk dari unit-unit yang efisien yang kemudian dibandingkan dengan unit yang tidak efisien untuk menghasilkan nilai efisiensinya masing-masing.
Karena pentingnya metode riset ini, maka LPPM Tazkia akan mengadakan pelatihan selama sehari terkait dengan tema metodologi Data Envelopment Analysis ini.
MATERI TRAINING DEA:
1. Konsep Dasar Efisiensi
2. Perbedaan SFA, DFA dan DEA
3. Metode Parametrik dan Non-Parametrik
4. Kelebihan dan Kekurangan beberapa Metode Pengukuran Efisiensi
5. Efisiensi Teknis
6. Efisiensi Alokatif
7. Mengenal Konsep Constant Return to Scale (CRS)
8. Konsep Variable Return to Scale (VRS)
9. Input-Oriented Measures
10. Output-Oriented Measures
11. Karakteristik DEA
12. Dua Model DEA
13. Materi Praktik dengan Software
14. Contoh Penelitian dengan DEA
15. Diskusi dan Sharing
PROFIL TRAINER
Ascarya, Ir. MBA., M.Sc (Peneliti Bank Indonesia pada Pusat Pendidikan Studi Kebanksentralan/PPSK, Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, Dosen Pasca Universitas Trisakti, Pembicara Konferensi dan Forum Nasional dan Internasional Ekonomi-Keuangan Islam, menyelesaikan Master pada Pittsburg University, USA).
SASARAN PESERTA
Dosen, Praktisi Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain, terutama Divisi Riset Development, dan Pemimpin Cabang, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas/ Sekolah Tinggi se-Indonesia.
WAKTU DAN TEMPAT
Hari/ Tanggal : Sabtu / 10 November 2012
Pukul : 08.30 – 15.30 WIB
Tempat : Executive Room STEI Tazkia, Jl Ir. H. Djuanda No 78,
Pukul : 08.30 – 15.30 WIB
Tempat : Executive Room STEI Tazkia, Jl Ir. H. Djuanda No 78,
Sentul City, Bogor.
INVESTASI:
Rp 600.000/peserta. Untuk paket 3 orang dari lembaga yang sama, hanya Rp 1.500.000/3 orang.
FASILITAS:
Flashdisk, Software, Modul Training, Lunch, Snack, Sertifikat, Ebook DEA, Contoh-contoh Paper DEA, Majalah SHARING.
CARA PEMBAYARAN:
Transfer melalui rekening Bank Syariah Mandiri No.rek. 141.0006.531 a/n : IKAH-LPPM Tazkia Bukti transfer kemudian di scan/photo dan dikirim ke alamat email lppmtazkia@yahoo.com
CONTACT PERSON & PENDAFTARAN:
Ries : 081210908847
Ries : 081210908847
Aam : 087770574884
Sunday, October 14, 2012
Taking CSR beyond its current stage: an application of qard in islamic microfinance for community development based poverty fighting Case study: BTTM TAZKIA
Corporate
Social Responsibility (CSR)
merupakan sebuah kesepakatan dari World Summit on Sustainable
Development (WSSD) di Johannesburg Afrika Selatan 2002 yang ditujukan untuk
mendorong seluruh perusahaan di dunia dalam rangka terciptanya suatu
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Peranan
CSR dapat dipandang sebagai upaya Untuk mewujudkan good corporate
governance, good corporate citizenship dan good business ethics
dari sebuah entitas bisnis. Sehingga perusahaan tidak cukup hanya memikirkan
kepentingan shareholder (pemilik modal), tetapi juga mempunyai orientasi
untuk memenuhi kepentingan seluruh Stakeholders (Lihat, misalnya:
Amba-Rao, 1993; Anderson, Jr., 1989; Kim, 2000; dan Raynard & Forstater,
2002).
Tanggung jawab sosial perusahaan
secara yuridis telah dinyatakan sebagaimana dalam Undang-undang No. 40 Tahun
2007, tentang Perseroan Terbatas, Bab V, Pasal 74. Dalam pasal tersebut
dijelaskan tanggung jawab sosial dan lingkungan dari perusahaan atas
eksistensinya dalam kegiatan bisnis. Dewasa ini, menghadapi dampak globalisasi,
kemajuan informasi teknologi, dan keterbukaan pasar, perusahaan harus secara
serius memperhatikan CSR.
Dalam hal ini CSR merupakan komitmen
perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi
yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan
menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan (Untung, 2008:1).
Secara implementatif, perkembangan
CSR di Indonesia masih membutuhkan banyak perhatian bagi semua pihak, baik
pemerintah, masyarakat luas dan perusahaan. Di antara ribuan perusahaan yang
ada, diindikasikan belum semua perusahaan benar-benar menerapkan konsep CSR
dalam kegiatan perusahaannya. CSR masih merupakan bagian lain dari manejemen
perusahaan, sehingga keberadaannya dianggap tidak memberikan kontribusi positif
terhadap kelangsungan perusahaan. Padahal sesuai dengan UU yang ada, keberadaan
CSR Melekat secara inherent dengan manajemen perusahaan, sehingga bidang
kegiatan dalam CSR pun masih dalam kontrol manejemen perusahaan (Freemand,
1984). Lebih jauh lagi dalam lingkungan bisnis perusahaan, masyarakat di
sekitar perusahaan pada dasarnya merupakan pihak yang perlu mendapatkan
apresiasi. Apresiasi ini dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan
kesejahteraan hidup mereka melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan oleh kegiatan CSR perusahaan. Hal ini karena perusahaan dan
masyarakat pada dasarnya merupakan kesatuan elemen yang dapat menjaga
keberlangsungan perusahaan itu sendiri.
Hal tersebut tentunya sangat jauh
dari harapan dan tujuan ideal dari peranan CSR perusahaan dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan. Menurut Kim (2000) praktek CSR perusahaan dapat
diidentifikaskan dalam berbagai tujuan, yakni hukum, ekonomi, moral, dan
filantropi. Namun demikian, tujuan tersebut masih dapat dikembangkan sesuai
dengan kondisi aktual di masyarakat terkait dengan tekanan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Salah satu tujuan CSR yang sangat urgen khususnya di
negara sedang berkembang adalah peningkatan kualitas pendidikan dan ekonomi
masyarakat. Oleh karena itu penerapan CSR di Indonesia pada dasarnya dapat
diarahkan pada penguatan ekonomi rakyat yang berbasis usaha kecil dan menengah
serta peningkatan kualitas SDM masyarakat melalui pengembangan usaha serta
perbaikan sarana dan prasarana pendidikan.
Potensi dan peran CSR terhadap pemberdayaan masyarakat di Indonesia
Menurut Deputi Bidang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Kemenko Kesra Sudjana Rojat, potensi CSR di Indonesia
mencapai 10 hingga 20 triliun[4]
dari sekitar 700 perusahaan. Potensi dana CSR yang besar tersebut antara lain
didapat dari BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang wajib menyisihkan lima persen
dari keuntungan bersihnya untuk melaksanakan kegiatan CSR dan tiga persen
sebagai bina lingkungan, sementara untuk perusahaan swasta ditentukan sesuai
dengan kebijakan perusahaan dengan pelaksanaan wajib atau mendatory.
Potensi yang sedemikian besar tersebut pada realitanya masih belum bisa
memberikan imbal positif besar bagi masyarakat, sehingga perlu ditelusuri
mekanisme pengelolaan yang tepat dalam mengalokasikan dana CSR sebagai upaya
memberdayakan masyarakat sesuai dengan harapan pemerintah.
Aplikasi CSR dalam Islamicmicrofinance
Microfinance
adalah penyediaan layanan keuangan untuk kalangan berpenghasilan rendah,
termasuk konsumen dan wiraswasta, yang secara tradisional tidak memiliki akses
terhadap perbankan dan layanan terkait. Microfinance saat ini dianggap sebagai
cara yang efektif dalam pengentasan kemiskinan[5].
Di Indonesia,
microfinance dikenal dengan nama Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM). Dari
statistik dan riset yang dilakukan, UMKM mewakili jumlah kelompok usaha
terbesar. UMKM telah diatur secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Islamic microfinance adalah sebuah layanan keuangan untuk membantu
kalangan kecil dan menengah dengan mekanisme syariah, di mana mereka tidak
dibebankan tambahan biaya pengembalian kecuali sebesar dana pinjaman sebagai
modal pokok.
Implementasi CSR dengan menggunakan akad qardh pada BTTM Tazkia
Salah satu mekanisme pengelolaan
dana CSR yang efektif adalah melalui program Islamic microfinance yang
berbasis pada pinjaman lunak atau qardh disertai pengembangan masyarakat
atau community development sebagai uapaya sistematis untuk meningkatkan
kemandirian kelompok masyarakat rentan (vulnerable groups) dengan
menggabungkan sumberdaya yang mereka miliki dengan sumberdaya dari luar seperti
Islamic microfinance.
Secara bahasa al qardh berarti al
qoth’ (terputus). Harta yang dihutangkan kepada pihak lain dinamakan qordh
karena ia terputus dari pemiliknya. Definisi yang berkembang di kalangan fuqaha
adalah sebagai berikut: “al qardh adalah penyerahan (pemilikan) harta al
misliyat kepada orang lain untuk ditagih pengembaliannya, atau dengan
pengertian lain, suatu akad yang bertujuan untuk menyerahkan harta misliyat
kepada pihak lain untuk dikembalikan yang sejenisnya.[6]
Dari definisi tersebut tampaklah
bahwa sesungguhnya utang-piutang merupakan bentuk mu’amalah yang bercorak ta’awun
(pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber ajaran
Islam sangat kuat menyerukan prinsip hidup gotong-royong seperti ini. Bahkan al
Qur’an menyebut piutang untuk menolong atau meringankan orang lain yang membutuhkan
dengan istilah “menghutangkan kepada Allah dengan hutang yang baik”.
Hal tersebut seperti halnya yang
telah terwujud oleh BTTM Tazkia, yang merupakan sebuah unit Islamic
microfinance dengan sumber dana berasal dari CSR Qatar Charity. Semenjak
beroperasional pada tahun 2004 dengan modal awal Rp 450.000.000,00- pada akhir
tahun telah berhasil menyalurkan dana hingga Rp 5.394.200.000 dengan total
nasabah 2.500 orang. Yang menjadi titik luar biasa adalah, bahwa metode
pendistribusian dana tersebut menggunakan akad qardh, sebuah akad pinjaman
sosial di mana dana yang dikembalikan sesuai dengan dana yang dipinjam. Nasabah
yang menjadi target BTTM adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah sesuai
dengan misi mereka untuk memberdayakan masyarakat kecil.
Pada dasarnya, konsep yang diusung oleh BTTM Tazkia adalah
transmisi dari Greemen Bank dengan sedikit pembaharuan serta penyesuaian
terhadap geoekonomi Indonesia, khususnya untuk sektor ekonomi kecil. Adapun
mekanisme program yang diberlakukan adalah sebagai berikut:
a.
Perekrutan
Anggota
Dalam merekrut anggota, BTTM Tazkia menggunakan beberapak aspek
pendekatan, diantaranya adalah: 1) survei, 2) pertemuan umum atau sosialisasi
dan publikasi, 3) pertemuan warga, 4) uji kelayakan kelompok, 5) pembentukan
kelompok, dan 6) majlis meeting. Dalam melakukan survei, BTTM Tazkia membuat
rangking atau klasifikasi tempat tinjauan dengan melihat pada tingkat
kemiskinan suatu daerah, kepadatan penduduk, serta potensi ekonomi yang ada
pada wilayah tersebut. Selanjutnya, bila secara tiga pendekatan tersebut
mendapat nilai layak untuk diberdayakan, maka akan dilakukan pertemuan umum
guna sosialisasi atau publikasi kepada warga masyarakat desa. Setelah berhasil
melakukan sosialisasi umum kepada jajaran aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh
pemuda, dan kelompok masyarakat, maka tindak lanjutnya adalah melakukan
pertemuan warga dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu skala RW dan RT. Jadi
secara general, pola survei yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Kemudian, setelah masuk pada tatanan mikro tersebut, akan dilakukan
uji kelayakan sebelum pembentukan kelompok pada segenap individu skup rt.
Penedekatan yang dilakukan dalam uji kelayakan adalah dengan menggunakan indeks
kelayakan yang meliputi: 1) rumah, 2) aset non produktif, 3) tingkat
pendapatan, san 4) keluarga.
1)
Rumah
Aset fisik yang secara langsung dapat digunakan sebagai uji
kelayakan utama adalah rumah, karena hal tersebut dapat dilihat dan di taksir
kelayakannya secara langsung.
2)
Aset
non produktif
Kemudian, karena tidak semua orang dengan rumah yang minimalis itu
miskin dan tidak juga semua rumah yang besar itu kaya, hal tersebut dapat
dilihat dari aset non produktif yang terdapat di rumah. Hal tersebut bisa
berupa properti, perkakas, peralatan, dan aset non produktif lainnya.
3)
Tingkat
pendapatan
Rumah dan aset non produktif ternyata belum mampu
merintrepesentasikan tingkat kemiskinan seseorang, meski hal tersebut terlihat
mewah. Sebagai contoh, bisa kita bayangkan seorang TKI yang mungkin dulunya
mampu mengalokasikan pendapatannya ke hal tersebut namun tidak menjamin
pendapatan yang akan datang.
4)
Keluarga
Lingkaran
uji kelayakan berdasarkan indeks kemiskinan
|
Upaya pemberdayaan masyarakat melalui community deveopment dan
vulnerable group
Hal petama yang dilakukan oleh BTTM Tazkia dalam pembentukan
kelompok adalah dengan LWK (Latihan Wajib Kelompok). Latihan Wajib Kelompok
adalah sebuah mekanisme pendidikan, penyeleksian, dan core atau muara dari
program pemberdayaan ini. Dalam operasionalnya, LWK dijalankan dengan lima
tahap, yaitu:
1.
Penjelasan
lembaga
Sebagai langkah awal yang dilakukan oleh BTTM Tazkia dalam
menjalankan programnya, penjelasan lembaga dilakukan setelah ditentukan
pemilihan tempat yang hendak diberdayakan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui dan mengajrkan masyarakat untuk bersikap dengan kesabaran,
kepedulian, dan disipkin.
2.
Pembentukan
kelompok
Sebagimana telah diuraikan di atas bahwa dalam pembentukan
kelompok, terdiri dari 5 orang yang terlebih dahulu diseleksi menggunakan
indeks uji kelayakan yang kemudian akan dimasukkan atau digabungkan dalam
bentuk majelis yang terdiri dari 2 sampai 6 kelompok, atau 10 sampai dengan 30
orang. Kelompok dan majelis yang secara struktural terdiri dari ketua dan wakil
bertujuan untuk mengenalkan pada masyarakat pola organisasi dan koordinasi
dengan tujuan diantaranya untuk menjadi salah satu wadah silaturahmi (wadah
sosial), tempat transaksi dan pendidikan yang diperuntukkan kepada nasabah
pemberdayaan.
3.
Mekanisme
pembiayaan dan rincian usaha
Setelah kelompok dibentuk, maka yang perlu dijelaskan adalah
mekanisme pembiayaan dan rincian usaha. Dalam aplikasi akad qardh, pola
pembiayaan terdiri dari 4 langkah pembiayaan dengan jangka waktu 5 bulan atau
10 bulan dan nominal pembiayaan adalah: 1) < Rp 500.000, 2) <Rp
1.000.000, 3) < Rp 1.500.000, 4) < Rp 2.000.000 dan tidak melayani untuk
jenis pembiayaan yang lebih besar dari itu, karena dapat dipastikan nasabah
tersebut sudah mampu ke skala besar dengan asset yang mencukupi. Jadi, dengan
menggunakan akad qardh tujuan awal pembiayaan adalah mereka yang berada dalam
kondisi minus ekonomi ke posisi nol dan selanjutnya dengan akad qardh yang
secara intrinsik memiliki sifat harus dikembalikan, pembentukan karakter,
menyambung sekolah, dan milestone usaha mampu membawa nasabah binaan ke tingkat
surplus. Hal tersebut dapat terealisasikan karena, dalam tahap tiga tidak hanya
mekanisme pembiayaan yang diberikan, namun rincian usaha dari nasabah binaan
juga akan dibimbing dan ditindak lanjuti.
4.
Produk
Selain produk pembiayaan yang menjadi standar operasional prosedur
dari BTTM Tazkia, dalam penghimpunan terdapat produk Tabungan Wajib, Tabungan
Kelompok, Tabungan Sukarela, Tabungan Hari Raya, Tabungan Anak sekolah.
Tabungan Wajib adalah tabungan wajib yang harus disetorkan pada tiap minggu
atau saat kajian majlis ta’lim dengan kisaran besarnya 10%/ jangka waktu
pinjaman x besar pinjaman, sifat dari tabungan ini adalah wajib dan melekat
pada angsuran pokok. Tabungan ini hanya dapat diambil pada saat nasabah hendak
keluar dari anggota, yang dimaksudkan selain sebagai modal juga sebagai
tabungan pensiunan dari nasabah. Tabungan Kelompok adalah tabungan yang
dibebankan kepada nasabah sebesar Rp 1.000/ orang dan melekat pada angsuran
pokok sebagai cadangan tanggung renteng dan apabila diambil, maka
nasabahtersebut keluar dari anggota. Tabungan Sukarela adalah tabungan bersifat
bebas dalam besaranya dan diminta pada tiap minggunya, tabungan ini mirip
dengan tabungan biasa di perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Tabungan
Har Raya adalah tabungan yang bearan nominalnya kelipatan Rp 5.000 yang disetor
pada tiap minggu, kemudian pengambilan pada hari raya boleh dalam wujud barang
ataupun uang. Tabungan Anak Sekolah adalah tabungan yang pada dasarnya sama
dengan Tabungan Sukarela, namun hanya boleh diambil khusus dalam penggunaan
pembiayaan sekolah.
5.
Ujian
pengesahan kelompok
Setelah mengikuti empat tahap tersebut,
maka untuk selanjutnya akan disahkan kelompok yang telah lolos dan layak untuk
menjadi anggota nasabah.
Risk Management
Sebagai lembaga keuangan, BTTM Tazkia juga harus memperhatikan
risiko-risiko yang ada, terlebih, akad yang digunakan adalah akad qardh, dimana
tidak diperuntukkan dana lebih dalam pengembalian. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan risk management dalam operasionalnya. Sebagai langkah risk
management BTTM Tazkia melakukan kebijakan sebagai berikut: 1)
TabunganSukarela, 2) Tabungan Renteng/ Saling Bantu antar anggota dalam
kelompok berbasis akad hiwalah atau pengalihan hutang, 3) Tabungan Kelompok, 4)
Takaful atau asuransi yang setorannya adalah Rp 2.500 hanya sekali yaitu di
awal pembukaan anggota dengan akad tabbaru’.
Pemberdayaan pada masyarakat meningkatkan taraf ekonomi
dan edukasinya, sehingga:
-
Meningkatkan daya beli
-
Meningkatkan pola
konsumsi yang baik
-
Meningkatkan mutu
kualitas hidup
-
Meningkatkan kepedulain
lingkungan dan sosial
|
Perusahaan menyalurkan CSR kepada microfinance
Perusahaan menyalurkan CSR kepada microfinance
|
Melalui sebuah sistem, microfinance memberdayakan pada
masyarakat, pada sisi ekonomi dan
edukasi
Melalui sebuah sistem, microfinance memberdayakan pada
masyarakat, pada sisi ekonomi dan
edukasi
|
Pada kesimpulannya, program microfinance akan membantu perudahaan
dalam mengalokasikan CSR yang sesuai dengan standar mutu GCG yang pada akhirnya
dapat memberi manfaat pada semua sisi triple bottom line dan prinsip
dari CSR itu sendiri yang mencakup ekonomi, sosial dan filantropi.
[1]
Mahasiswa STEI Tazkia tingkat 3, semester 5
[2]
Mahasiswa STEI Tazkia tingkat 3, semester 5
[3]
Mahasiswa STEI Tazkia tingkat 3, semester 5
[6] Wahbah al
Zuhaily, al Fiqh al Islamy wa adillatuhu, Juz IV, H.720. ini adalah definisi
yang disampaikan oleh fuqaha Hanafiyah. Fuqaha Malikiyah mendefinisikan al
qardh adalah penyerahan suatu harta kepada orang lain yang tidak disertai
‘iwadh (imbalan) atau tambahan dalam pengembaliannya”. Menurut fuqaha
Syafi’iyah term al qardh mempunyai pengertian yang sama dengan term al salaf,
yakni akad pemilikan sesuatu untuk dikembalikan dengan yang sejenis dan
sepadan. Baca Abdur Rahman al Zajairiy, al Fiqh ‘ala Mazhahib al ‘Arba’ah, Juz
II, hlm. 311-312.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Engkau yang di Seberang
Pesona senja merona jingga Indah dipandang mata Langkah berbuah sejarah Tujuan satukan arah Yang lekuk semakin menunduk Yang menunduk be...
-
Pesona senja merona jingga Indah dipandang mata Langkah berbuah sejarah Tujuan satukan arah Yang lekuk semakin menunduk Yang menunduk be...
-
Sekilas judulnya agak rancau dengan penambahan kata barakah, karena di al Quran sendiri tidak termaktup dalam ayatnya " li taskunu il...
-
Jum'at, 12 Oktober 2012 jam 16.30an hpku berdering, ting ting, ting ting (bukan ayu ting ting pastinya, he) pas aku lagi di jalan mau ...