Imam Haroki
(S.0913.211)
Eko Kurniadi
(S.1014.149)
ABSTRAKSI
Pada bulan
September 2011, Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2011 tetang pengelolaan zakat yang tersentralisasi. Hal ini didasari atas
realita pengelolaan zakat yang selama ini masih belum terintegrasi baik dalam
sisi penghimpunan, penyaluran, dan pelaporan sehingga terkesan antara lembaga
amil zakat satu dengan yang lain masih
berjalan sendiri-sendiri.
Disahkannya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 sekaligus menandai era baru hubungan antara
lembaga zakat pemerintah (BAZNAS) dengan Lembaga Amil Zakat diantaranya Dompet
Dhuafa, PKPU, dan Rumah Zakat yang merupakan empat lembaga zakat terbesar di
Indonesia. Konsep sentralisasi dan koordinasi antara BAZNAS dan LAZ bukannya
tanpa tantangan. Praktisi dan akademisi terpecah menjadi dua kubu, yaitu pro UU
dan kontra UU. Hal ini menarik untuk diteliti sehingga model hubungan tersebut
akan mewujudkan Indonesia yang lebih baik melalui zakat terutama untuk tujuan
pengentasan kemiskinan. Paper ini menggunakan metode ANP dengan narasumber
wawancara dari petinggi keempat lembaga pengelola zakat tersebut untuk
mengetahui model hubungan antar lembaga yang ideal.
Paper ini
bertujuan untuk membahas keadaan pengelolaan zakat di Indonesia pada saat pra
dan pasca pengesahan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011
kemudian membandingkannya dengan model ideal pada masa kekhalifahan Islam.
Bahasan tersebut mencakup model hubungan antar lembaga, sistem dan SDI (Sumber
Daya Insani) dalam aspek syariah dan pelaporan keuangan yang akuntanbel, konsep
NPWZ (Nomor Pokok Wajib Zakat) sebagai single identity number agar zakat
dapat menjadi pengurang pajak serta koordinasi penyaluran dana zakat sehingga
pengelolaan zakat nasional dapat dilakukan secara anamah, transparan, dan
profesional.
-->
Keyword : UU No 23
Tahun 2011, Model, Sentralisasi, Zakat, ANP, BAZNAS, Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah
Zakat
JEL : A13, D63, E69, H11
No comments:
Post a Comment