Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
mengamanatkan untuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia.
Amanat tersebut timbul sebagai jawaban atas krisis berat yang dialami oleh
industri perbankan pada pertengahan tahun 1997. Ketika izin usaha 16 bank
dicabut dan dilikuidasi pada 1 November 1997, industri perbankan mangalami rush
sebagai konsekuensi dari runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan nasional, dan tidak adanya peraturan yang cukup untuk mengatur
perlindungan dana nasabah penyimpan pada saat bank dilikuidasi, sehingga
mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Pendirian
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada dasarnya dilakukan sebagai upaya
memberikan perlindungan terhadap dua risiko, yaitu irrational run terhadap
bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha, bank biasanya hanya
menyisakan seagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga
apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari
simpanan yang dialokasikan untuk pemberian kredit. Keadaan ini menyebabkan
perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar dengan segera atas
simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi penarikan seara tiba-tiba dan
dalam jumlah yang besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini
ialah karena bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya.
Sedangkan risiko sistemik terjadi apabila kebangkrutan satu bank berakibat
buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan sekmen terbesar dari sistem perbankan
itu sendiri.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat berfungsi untuk mengatur
keamanan dan kesehatan bank secara umum. Di samping itu, Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) juga dapat berfungsi sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara
memantau neraca, praktik pemberian penjaminan, dan strategi investasi dengan
maksud untuk melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada
kebangkrutan bank[1].
Oleh sebab itulah, keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai bagian
dari sistem perbankan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan
jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan-sekalipun kondisi keuangan
bank memburuk.
Pada
tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yaitu
ditandai dengan likuidasinya 16 bank, mangakibatkan menurunnya tingkat
kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang
terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya, memberikan
jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket
guarantee[2]). Hal ini
ditetapkan dalam keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun
1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat atau
pada saat sekarang diganti menjadi Bank Pembiayaan Rakyat[3].
Dalam
pelaksanaanya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup
penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi
pengelola bank maupun masyarakat.
Untuk
mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah
penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjamin yang
sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang
terbatas.
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai
pelaksana penjaminan dana masyarakat.
Pada
tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), suatu
lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut
aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak
tanggal tersebut LPS secara resmi beroperasi.
Adapun
dasar-dasar pengaturan dari pembentukan LPS ialah sebagai berikut:
Pasal
37B Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa setiap bank
wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan dan
untuk menjamin simpanan masyarakat tersebut akan dibentuk Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS).
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang
diundangkan pada tanggal 22 September 2004. Sesuai dengan ketentuan, UU
tersebut baru mulai aktif 12 (dua belas) bulan setelah diundangkan atau pada
tanggal 22 September 2005, dengan LPS akan mulai beroperasi pada tanggal
tersebut dan program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) dengan
sendirinya akan berakhir (yakni Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang
Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor
193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Pembiyaan
Rakyat).
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2005 Tentang Pengakhiran
Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Pembiayaan Rakyat.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan yang
selanjutnya disebut LPS.
LPS adalah badan hukum yang independen, transparan, dan akuntabel
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. LPS bertanggungjawab kepada Presiden.
Dalam kegiatan operasionalnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
memiliki fungsi, tugas, dan wewenang yang mencakup kebijakan yang dikeluarkan
oleh badan hukum tersebut. Diantara ketentuan-ketentuan tersebut ialah sebagai
beriku:
Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Fungsi Utama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ialah:
1.
Menjamin simpanan nasabah penyimpan (untuk itu,
LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan
simpanan; dan melaksanakan penjaminan simpanan).
2.
Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem
perbankan sesuai dengan kewenangannya (untuk itu, LPS bertugas merumuskan dan
menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem
perbankan; merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank
Gagal[4]
yang tidak berdampak sistemik; dan malaksanakan penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik).
Tugas
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Tugas
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) antara lain:
1. Merumuskan
dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2. Melaksanakan
penjaminan simpanan.
3. Merumuskan
dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem
perbankan.
4. Merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak
berdampak sistemik.
5. Melaksanakan
penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Wewenang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Beberapa
wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di antaranya ialah:
1.
Menetapkan dan memungut penjaminan.
2.
Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank
pertama kali menjadi peserta.
3.
Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4.
Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan
bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak
melanggar kerahasiaan bank.
5.
Melakukan rekonsilasi, verifikasi, dan/ atau
konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6.
Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran
klaim.
7.
Menunjuk, menguasakan, dan/ atau menugaskan pihak lain
untuk bertindak bagi kepentingan dan, atau atas nama LPS, guna melaksanakan
sebagian tugas tertentu.
8.
Melakukan penyuluhan kenpada bank dan masyarakat
tentang penjaminan simpanan.
9.
Menjatuhkan sanksi administratif.
Obyek Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Bank
sabagai obyek yang menjadi tanggungjawab Lembaga Penjamin Simapanan(LPS):
- Pengertian
bank dalam LPS adalah sesuai dengan undang-undang tentang perbankan yaitu Bank
Umum dan BPR (Bank Pembiayaan Rakyat). Setiap bank yang melakukan kegiatan
usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan,
kecuali Badan Kredit Desa. Setiap bank wajib menyampaikan persyaratan dan
laporan yang ditetapkan oleh LPS termasuk membayar kontribusi kepesertaan dan
premi penjaminan. Apabila tidak dipenuhi, tidak menggugurkan kepesertaannya
namun dikenakan sanksi administrsi, denda, dan pidana.
Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Beberapa
jenis simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), di antaranya
ialah sebagai berikut:
1.
Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito,
sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan
itu.
2.
Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip
syariah yang dijamin meliputi:
a.
Giro berdasarkan prinsip wadi’ah;
b.
Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah;
c.
Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah
muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh
bank;
d.
Deposito berdasarkan prinsip mudharabah
muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayaadah yang risikonya ditanggung oleh
bank; dan/ atau
e.
Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya
yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP.
3.
Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang
berasal dari masyarakat, termasuk berasal dari bank lain.
4.
Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo
pada tanggal pencabutan izin usaha Bank.
5.
Saldo tersebut berupa:
a.
Pokok tambahan bagi hasil yang telah menjadi
hak nasabah, untuk simpanan yang memliki komponen bagi hasil yang timbul dari
transaksi dengan prinsip syariah;
b.
Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak
nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bunga;
c.
Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin
usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk
simpanan yang memiliki komponen diskonto.
6.
Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada
suatu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah
pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint
account);
7.
Untuk rekening gabungan (joint account), saldo
rekening yang diperhitungkan bagi sorang nasabah adalah saldo rekening gabungna
tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah pemilik rekening.
8.
Dalam hal nasabah memiliki rekening tunggal dan
rekening gabungna (joint account), saldo rekening yang terlebih dahulu
diperhitugkan adalah saldo rekening tuggal.
9.
Dalam hal nasabah memiliki rekening yang
dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingna pihak lain (beneficiary),
maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihka lain (beneficiary)
yang bersangkutan.
10. Sejak
Oktober 2008, saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada sebuah bank paling
banyak ialah sebesar Rp 2.000.000.000,-
Niali Simpanan yang Dijamin, Premi, dan Kontribusi dari Kepesertaan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Nilai
simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada suatu bank paling besar Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah). Pemberlakuan nilai simpanan yang dijamin
tersebut adalah secara bertahap, yaitu:
a.
Periode 22 September 2005 sampai 21 Maret 2006,
seluruh simpanan dijamin.
b.
Periode 22 Maret 2006 sampai 21 September 2006,
simpanan yang dijamin paling tinggi Rp 5.000.000.000,-
c.
Periode 22 September 2006 sampai 21 Maret 2007,
simpanan yang dijamin paling tinggi Rp 1.000.000.000,-
d.
Periode 21 Maret 2007 dan seterusnya sampai
sekarang, simpanan yang dijamin pailing tingg Rp 100.000.000,-
Jumlah
simpanan yang dijamin tersebut dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau
lebih dari kriteria berikut:
a.
Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah
besar secara bersamaan (rush).
b.
Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa
tahun.
c.
Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya
menjadi kurang dari 90% dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank.
Premi
penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
a.
Besarnya premi penjaminan adalah sama untuk
setiap bank, yaitu sebesar 0,1% (satu perseribu) dari rata-rata saldo bulanan
total simpanan dalam setiap periode. Premi penjaminan tersebut dibayarkan di
muka 2 kali dalam 1 tahun, yaitu periode 1 Januari sampai 30 Juni dibayarkan
paling lambat tanggal 31 Januari dan periode 1 Juli sampai 31 Desember dibayarkan
paling lambat 31 Juli.
b.
Besarnya premi penjaminan tersebut dapat diubah
apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:
1.
Terjadi perubahan nilai simpanan yang dijamin
untuk setiap nasabah pada satu bank.
2.
Akumulasi cadangan penjaminan telah melampui
tingkat sasaran sebesar 2,5% dari total simpanan di setiap bank.
3.
Terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan pada
industri perbankan.
Kontribusi
Kepesertaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
a.
Cara penetapan premi yang sama untuk setiap
bank tersebut dapat diubah sehingga tingkat premi menjadi berbeda antara satu
bank dan bank yang lain berdasarkan skala risiko kegagalan bank. Namun,
perbedaan tingkat premi yang terendah dan tertinggi tidak melebihi 0,5%.
b.
Selain membayar premi penjaminan, bank juga
diwajibkan membayar kontribusi kepesertaannya sebesar 0,1% (satu perseribu)
dari modal sendiri (equitas) BPR pada akhir tahun fiskal sebelumnya atau dari
modal disetor bagi bank baru.
Penyelesaian
dan Penanganan Bank Gagal
Penyelesaian
Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik
LPS
menetapkan untuk melakukan penyelamatan terhadap bank gagal yang tidak
berdampak sistemik apabila:
a.
Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan
lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank yang
dimaksud.
b.
Setelah diselamatkan, bank menunjukkan prospek
usaha yang baik.
c.
Ada pernyataan dari RUPS bank yang
sekurang-sekurangnya memuat kesediaan untuk:
1.
Menyelamatkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS
2.
Tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS
apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang
ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d.
Bank menyerahkan kepada LPS sokumen mengenai:
1.
Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank
Indonesia.
2.
Data keuangan nasabah debitur.
3.
Struktur permodalan dan susunan pemegang saham
3 tahun terakhir
4. Informasi lainnya yang terkait denganaset, kewajiban termasuk
permodalan bank yang dibutuhkan oleh LPS.
Setelah RUPS menyerahkan hak dan wewenang kepada LPS, LPS dapat
melakukan tindakan berikut:
a.
Menguasai,
mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset hak milik yang menjadi
hak dan atau kewajiban bank.
b.
Melakukan
penyertaan modal sementara.
c.
Menjual
atau mengalihkan aset bank tanpa persetuuan nasabah debitur dan atau kewajiban
bank tanpa persetujuan nasabah kreditur.
d.
Mengalihkan
manajemen bank kepada pihak lain.
e.
Melakukan
merger atau konsolidasi dengan pihak lain.
f.
Melakukan
pengalihan kepemilikan bank.
g.
Meninjau
ulang, membatalkan, mengakhiri, mengubah kontrak bank yang mengikat bank dengan
pihak ketiga yang menurut LPS merugikan bank.
Seluruh penyelamatan yang dikeluarkan LPS menjadi penyertaan modal
sementara LPS pada bank.
Penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik yang tidak
diselamatkan
LPS memutuskan untuk tidak melanjutkan
proses penyelamatan bank, maka LPS meminta pencabutan izin usaha bank yang
dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
LPS melaksanakan pembayaran klaim
penjaminan kepada nasabah penyimpan bank yang dicabut izin usahanya.
Kepercayaan masyarakat merupakan jiwa
industri perbanka. Sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, telah
menjadikan bank tergantung kepada kesediaan masyarakat menempatkan dana di bank
sehingga dapat digunakan oleh bank untuk membiayai kegiatan produktif.
Menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan akan menimbulkan
masalah signifikan, tidak saja terhadap industri perbankan itu sendiri, tetapi
juga terhadap perekonomian secara luas yang menyebabkan timbulnya kerugian
ekonomi dan kemudian diikuti dengan munculnya gejolak politik sosial dan
politik yang harus dibayar mahal. Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
tentunya harus disambut dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan yang pada akhirnya akan
melahirkan industri perbankan yang kokoh.
Dengan begitu, jelaslah posisi penting yang dipegang oleh Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga independen dengan berbagai fungsi,
tugas, dan wewenang yang dimilikinya. Namun, tidak sedikit juga kasus perbankan
yang membelit negeri ini belum secara optimal dapat teratasi, di antaranya
ialah kasus century yang sampai pada saat ini belum menunjukkan titik terang.
Oleh karenanya, masih banyak perbaikan yang diperlukan guna meningkatkan
efektivitas dari lembaga tersebut terutama dukungan dari pemerintah pusat
maupun masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
http:///www.lps.go.id
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin
Simpanan
Slamet. Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter
dan Perbankan, Jakarta: Lembaga Penerbit UI, 2005.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2008.
[1] Anna Kuzmaik
Walker, “Harnessing teh Free Market: Reinsurance Models for FDIC Deposit
Insurance Pricing”, Harvard Journal of Law and Public Policy, (Summer
1995), hal. 737.
[2] Blanket
Guarantee adalah instrumen tindakan darurat berupa pemberian jaminan
pembayaran atas kewajiban bank-bank, bersifat sementara dan biasanya diterapkan
ketika terjadi krisis sistemik pada sektor perbankan.
[3] Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008
[4] Bank yang
mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya
sertadinyatakan tidak dapat lagi disehatkan lagi oleh LPP sesuai dengan
kewenangan yang dimilikinya.
Bagus infonya mas...untuk mengetahui informasi seputar perbankan, silakan kunjungi www.infotentangbank.com
ReplyDeleteTerima kasih