Friday, December 7, 2012

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan mengamanatkan untuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia. Amanat tersebut timbul sebagai jawaban atas krisis berat yang dialami oleh industri perbankan pada pertengahan tahun 1997. Ketika izin usaha 16 bank dicabut dan dilikuidasi pada 1 November 1997, industri perbankan mangalami rush sebagai konsekuensi dari runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, dan tidak adanya peraturan yang cukup untuk mengatur perlindungan dana nasabah penyimpan pada saat bank dilikuidasi, sehingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap dua risiko, yaitu irrational run terhadap bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha, bank biasanya hanya menyisakan seagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang dialokasikan untuk pemberian kredit. Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar dengan segera atas simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi penarikan seara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini ialah karena bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya. Sedangkan risiko sistemik terjadi apabila kebangkrutan satu bank berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan sekmen terbesar dari sistem perbankan itu sendiri.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum. Di samping itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga dapat berfungsi sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktik pemberian penjaminan, dan strategi investasi dengan maksud untuk melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank[1]. Oleh sebab itulah, keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai bagian dari sistem perbankan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan-sekalipun kondisi keuangan bank memburuk.
Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yaitu ditandai dengan likuidasinya 16 bank, mangakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya, memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee[2]). Hal ini ditetapkan dalam keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat atau pada saat sekarang diganti menjadi Bank Pembiayaan Rakyat[3].
Dalam pelaksanaanya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.
Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjamin yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.
Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS secara resmi beroperasi.
Adapun dasar-dasar pengaturan dari pembentukan LPS ialah sebagai berikut:
 Pasal 37B Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan dan untuk menjamin simpanan masyarakat tersebut akan dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang diundangkan pada tanggal 22 September 2004. Sesuai dengan ketentuan, UU tersebut baru mulai aktif 12 (dua belas) bulan setelah diundangkan atau pada tanggal 22 September 2005, dengan LPS akan mulai beroperasi pada tanggal tersebut dan program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) dengan sendirinya akan berakhir (yakni Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Pembiyaan Rakyat).
 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2005 Tentang Pengakhiran Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Pembiayaan Rakyat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disebut LPS.
LPS adalah badan hukum yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. LPS bertanggungjawab kepada Presiden.
Dalam kegiatan operasionalnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki fungsi, tugas, dan wewenang yang mencakup kebijakan yang dikeluarkan oleh badan hukum tersebut. Diantara ketentuan-ketentuan tersebut ialah sebagai beriku:
Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Fungsi Utama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ialah:
1.      Menjamin simpanan nasabah penyimpan (untuk itu, LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan melaksanakan penjaminan simpanan).
2.      Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya (untuk itu, LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan; merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal[4] yang tidak berdampak sistemik; dan malaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik).

Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) antara lain:
1.      Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2.      Melaksanakan penjaminan simpanan.
3.      Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.
4.      Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.
5.      Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Beberapa wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di antaranya ialah:
1.      Menetapkan dan memungut penjaminan.
2.      Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3.      Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4.      Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5.      Melakukan rekonsilasi, verifikasi, dan/ atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6.      Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7.      Menunjuk, menguasakan, dan/ atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan, atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8.      Melakukan penyuluhan kenpada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9.      Menjatuhkan sanksi administratif.

Obyek Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Bank sabagai obyek yang menjadi tanggungjawab Lembaga Penjamin Simapanan(LPS):
- Pengertian bank dalam LPS adalah sesuai dengan undang-undang tentang perbankan yaitu Bank Umum dan BPR (Bank Pembiayaan Rakyat). Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan, kecuali Badan Kredit Desa. Setiap bank wajib menyampaikan persyaratan dan laporan yang ditetapkan oleh LPS termasuk membayar kontribusi kepesertaan dan premi penjaminan. Apabila tidak dipenuhi, tidak menggugurkan kepesertaannya namun dikenakan sanksi administrsi, denda, dan pidana.

Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Beberapa jenis simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), di antaranya ialah sebagai berikut:
1.      Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
2.      Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah yang dijamin meliputi:
a.       Giro berdasarkan prinsip wadi’ah;
b.      Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah;
c.       Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank;
d.      Deposito berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayaadah yang risikonya ditanggung oleh bank; dan/ atau
e.       Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP.
3.      Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk berasal dari bank lain.
4.      Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha Bank.
5.      Saldo tersebut berupa:
a.       Pokok tambahan bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah;
b.      Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bunga;
c.       Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk simpanan yang memiliki komponen diskonto.
6.      Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada suatu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account);
7.      Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi sorang nasabah adalah saldo rekening gabungna tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah pemilik rekening.
8.      Dalam hal nasabah memiliki rekening tunggal dan rekening gabungna (joint account), saldo rekening yang terlebih dahulu diperhitugkan adalah saldo rekening tuggal.
9.      Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingna pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihka lain (beneficiary) yang bersangkutan.
10.  Sejak Oktober 2008, saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada sebuah bank paling banyak ialah sebesar Rp 2.000.000.000,-
Niali Simpanan yang Dijamin, Premi, dan Kontribusi dari Kepesertaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada suatu bank paling besar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Pemberlakuan nilai simpanan yang dijamin tersebut adalah secara bertahap, yaitu:
a.       Periode 22 September 2005 sampai 21 Maret 2006, seluruh simpanan dijamin.
b.      Periode 22 Maret 2006 sampai 21 September 2006, simpanan yang dijamin paling tinggi Rp 5.000.000.000,-
c.       Periode 22 September 2006 sampai 21 Maret 2007, simpanan yang dijamin paling tinggi Rp 1.000.000.000,-
d.      Periode 21 Maret 2007 dan seterusnya sampai sekarang, simpanan yang dijamin pailing tingg Rp 100.000.000,-
Jumlah simpanan yang dijamin tersebut dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih dari kriteria berikut:
a.       Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan (rush).
b.      Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun.
c.       Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank.

Premi penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
a.       Besarnya premi penjaminan adalah sama untuk setiap bank, yaitu sebesar 0,1% (satu perseribu) dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Premi penjaminan tersebut dibayarkan di muka 2 kali dalam 1 tahun, yaitu periode 1 Januari sampai 30 Juni dibayarkan paling lambat tanggal 31 Januari dan periode 1 Juli sampai 31 Desember dibayarkan paling lambat 31 Juli.
b.      Besarnya premi penjaminan tersebut dapat diubah apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:
1.      Terjadi perubahan nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank.
2.      Akumulasi cadangan penjaminan telah melampui tingkat sasaran sebesar 2,5% dari total simpanan di setiap bank.
3.      Terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan pada industri perbankan.
Kontribusi Kepesertaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
a.       Cara penetapan premi yang sama untuk setiap bank tersebut dapat diubah sehingga tingkat premi menjadi berbeda antara satu bank dan bank yang lain berdasarkan skala risiko kegagalan bank. Namun, perbedaan tingkat premi yang terendah dan tertinggi tidak melebihi 0,5%.
b.      Selain membayar premi penjaminan, bank juga diwajibkan membayar kontribusi kepesertaannya sebesar 0,1% (satu perseribu) dari modal sendiri (equitas) BPR pada akhir tahun fiskal sebelumnya atau dari modal disetor bagi bank baru.
Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal
Penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik
LPS menetapkan untuk melakukan penyelamatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik apabila:
a.       Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank yang dimaksud.
b.      Setelah diselamatkan, bank menunjukkan prospek usaha yang baik.
c.       Ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-sekurangnya memuat kesediaan untuk:
1.      Menyelamatkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS
2.      Tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d.      Bank menyerahkan kepada LPS sokumen mengenai:
1.      Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia.
2.      Data keuangan nasabah debitur.
3.      Struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 tahun terakhir
4.      Informasi lainnya yang terkait denganaset, kewajiban termasuk permodalan bank yang dibutuhkan oleh LPS.
Setelah RUPS menyerahkan hak dan wewenang kepada LPS, LPS dapat melakukan tindakan berikut:
a.       Menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset hak milik yang menjadi hak dan atau kewajiban bank.
b.      Melakukan penyertaan modal sementara.
c.       Menjual atau mengalihkan aset bank tanpa persetuuan nasabah debitur dan atau kewajiban bank tanpa persetujuan nasabah kreditur.
d.      Mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain.
e.       Melakukan merger atau konsolidasi dengan pihak lain.
f.       Melakukan pengalihan kepemilikan bank.
g.      Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, mengubah kontrak bank yang mengikat bank dengan pihak ketiga yang menurut LPS merugikan bank.
Seluruh penyelamatan yang dikeluarkan LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank.
Penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik yang tidak diselamatkan
LPS memutuskan untuk tidak melanjutkan proses penyelamatan bank, maka LPS meminta pencabutan izin usaha bank yang dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
LPS melaksanakan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan bank yang dicabut izin usahanya.
Kepercayaan masyarakat merupakan jiwa industri perbanka. Sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, telah menjadikan bank tergantung kepada kesediaan masyarakat menempatkan dana di bank sehingga dapat digunakan oleh bank untuk membiayai kegiatan produktif. Menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan akan menimbulkan masalah signifikan, tidak saja terhadap industri perbankan itu sendiri, tetapi juga terhadap perekonomian secara luas yang menyebabkan timbulnya kerugian ekonomi dan kemudian diikuti dengan munculnya gejolak politik sosial dan politik yang harus dibayar mahal. Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentunya harus disambut dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan yang pada akhirnya akan melahirkan industri perbankan yang kokoh.
Dengan begitu, jelaslah posisi penting yang dipegang oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga independen dengan berbagai fungsi, tugas, dan wewenang yang dimilikinya. Namun, tidak sedikit juga kasus perbankan yang membelit negeri ini belum secara optimal dapat teratasi, di antaranya ialah kasus century yang sampai pada saat ini belum menunjukkan titik terang. Oleh karenanya, masih banyak perbaikan yang diperlukan guna meningkatkan efektivitas dari lembaga tersebut terutama dukungan dari pemerintah pusat maupun masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA
http:///www.lps.go.id
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Slamet. Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta: Lembaga Penerbit UI, 2005.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008.


[1] Anna Kuzmaik Walker, “Harnessing teh Free Market: Reinsurance Models for FDIC Deposit Insurance Pricing”, Harvard Journal of Law and Public Policy, (Summer 1995), hal. 737.  
[2] Blanket Guarantee adalah instrumen tindakan darurat berupa pemberian jaminan pembayaran atas kewajiban bank-bank, bersifat sementara dan biasanya diterapkan ketika terjadi krisis sistemik pada sektor perbankan.  
[3] Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 

[4] Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya sertadinyatakan tidak dapat lagi disehatkan lagi oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.  

1 comment:

  1. Bagus infonya mas...untuk mengetahui informasi seputar perbankan, silakan kunjungi www.infotentangbank.com
    Terima kasih

    ReplyDelete

Engkau yang di Seberang

Pesona senja merona jingga Indah dipandang mata Langkah berbuah sejarah Tujuan satukan arah Yang lekuk semakin menunduk Yang menunduk be...