Friday, December 28, 2012

Al Quran Sebagai Operating System

Sebenarnya, ini hanya hasil renungan lama ketika masih di ma'had dulu karena sempet baca buku tokoh-tokoh cendekiawan muslim. Dari buku itu, ane dapet beberapa hikmah, di antara yang paling pokok dan penting adalah menjadikan Al Quran sebagai operating system dan As Sunnah sebagai software kita dalam kehidupan di dunia ini.

Kenapa Al Qurna sebagai operating system?
Operating system adalah seperangkat program yang mengelola sumber daya perangkat luas, kita sering liat komputer, klo kita di ibaratkan komputer, maka jasad kita dan perilaku kita adalah komputer itu sendiri. Operating system ini akan menyediakan layanan umum untuk aplikasi lunak (software) yang pada kali ini dianalogikan As Sunnah. Sistem opersi merupakan jenis yang paling penting dari perangkat lunak sistem dalam sebuah perangkat. Tanpa adanya sistem operasi, sebuah aplikasi program tidak dapat digunakan.

Demikianlah manusia, bila ia tidak menggunakan operating system maka sama saja ia mati, namun bila ia salah menggunakan operating system maka hanya akan menjadi sumber keburukan dan kekejian. Seseorang yang menggunakan Al Quran sebagai operating systemnya, maka Al Quran akan menjadi fondasi dasar dari kehidupannya baik itu, dalam amaliyah maupun ibadah. 

Namun, tidaklah lengkap sebuah operating system bila tidak ada perangkat aplikasi lunak di dalamnya, oleh karenanya menjadikan As Sunnah sebagai software adalah prioritas kedua bagi seorang muslim. Ketika sebuah perangkat di install dengan operating system yang terbaik, kemudian software yang terbaik pula, maka ia akan kebal terhadap berbagai virus dan antek-anteknya.

Seornag muslim yang dalam hidupnya menggunakan Al Quran sebagai dasar pondasi hidupnya dan As Sunnah sebagai aksesnya, maka setan dari jenderal hingga pleton juga tak mampu mengusiknya. Pada akhirnya output kebaikan akan menjadi keniscayaan dalam keseharian hidupnya. 

Sebagai contoh kecil, mari kita tengok cendekiawan-cendekiawan muslim dengan segala fdhilah mereka, sebelum merak menguasai berbagai disiplin ilmu, pada titik awal mereka selalu mendahulukan Al Quran sebagai fondasi ilmu, Imam Syafi'i umur tujuh tahun sudah hafal, begitu juga ulama lain.

Friday, December 7, 2012

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan mengamanatkan untuk mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Indonesia. Amanat tersebut timbul sebagai jawaban atas krisis berat yang dialami oleh industri perbankan pada pertengahan tahun 1997. Ketika izin usaha 16 bank dicabut dan dilikuidasi pada 1 November 1997, industri perbankan mangalami rush sebagai konsekuensi dari runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, dan tidak adanya peraturan yang cukup untuk mengatur perlindungan dana nasabah penyimpan pada saat bank dilikuidasi, sehingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap dua risiko, yaitu irrational run terhadap bank dan systemic risk. Dalam menjalankan usaha, bank biasanya hanya menyisakan seagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara, bagian terbesar dari simpanan yang dialokasikan untuk pemberian kredit. Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar dengan segera atas simpanan nasabah yang dikelolanya, bila terjadi penarikan seara tiba-tiba dan dalam jumlah yang besar. Keterbatasan dalam penyediaan dana cash ini ialah karena bank tidak dapat menarik segera pinjaman yang telah disalurkannya. Sedangkan risiko sistemik terjadi apabila kebangkrutan satu bank berakibat buruk terhadap bank lain, sehingga menghancurkan sekmen terbesar dari sistem perbankan itu sendiri.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat berfungsi untuk mengatur keamanan dan kesehatan bank secara umum. Di samping itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga dapat berfungsi sebagai pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktik pemberian penjaminan, dan strategi investasi dengan maksud untuk melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan bank[1]. Oleh sebab itulah, keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai bagian dari sistem perbankan menjadi penting guna mencegah kepanikan nasabah dengan jalan menyakinkan nasabah tentang keamanan simpanan-sekalipun kondisi keuangan bank memburuk.
Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia, yaitu ditandai dengan likuidasinya 16 bank, mangakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya, memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee[2]). Hal ini ditetapkan dalam keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat atau pada saat sekarang diganti menjadi Bank Pembiayaan Rakyat[3].
Dalam pelaksanaanya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.
Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjamin yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat.
Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS secara resmi beroperasi.
Adapun dasar-dasar pengaturan dari pembentukan LPS ialah sebagai berikut:
 Pasal 37B Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan dan untuk menjamin simpanan masyarakat tersebut akan dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang diundangkan pada tanggal 22 September 2004. Sesuai dengan ketentuan, UU tersebut baru mulai aktif 12 (dua belas) bulan setelah diundangkan atau pada tanggal 22 September 2005, dengan LPS akan mulai beroperasi pada tanggal tersebut dan program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) dengan sendirinya akan berakhir (yakni Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Pembiyaan Rakyat).
 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2005 Tentang Pengakhiran Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Pembiayaan Rakyat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disebut LPS.
LPS adalah badan hukum yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. LPS bertanggungjawab kepada Presiden.
Dalam kegiatan operasionalnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki fungsi, tugas, dan wewenang yang mencakup kebijakan yang dikeluarkan oleh badan hukum tersebut. Diantara ketentuan-ketentuan tersebut ialah sebagai beriku:
Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Fungsi Utama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ialah:
1.      Menjamin simpanan nasabah penyimpan (untuk itu, LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan melaksanakan penjaminan simpanan).
2.      Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya (untuk itu, LPS bertugas merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan; merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal[4] yang tidak berdampak sistemik; dan malaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik).

Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) antara lain:
1.      Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2.      Melaksanakan penjaminan simpanan.
3.      Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.
4.      Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.
5.      Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Beberapa wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di antaranya ialah:
1.      Menetapkan dan memungut penjaminan.
2.      Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3.      Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4.      Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5.      Melakukan rekonsilasi, verifikasi, dan/ atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6.      Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7.      Menunjuk, menguasakan, dan/ atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan, atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8.      Melakukan penyuluhan kenpada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9.      Menjatuhkan sanksi administratif.

Obyek Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Bank sabagai obyek yang menjadi tanggungjawab Lembaga Penjamin Simapanan(LPS):
- Pengertian bank dalam LPS adalah sesuai dengan undang-undang tentang perbankan yaitu Bank Umum dan BPR (Bank Pembiayaan Rakyat). Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan, kecuali Badan Kredit Desa. Setiap bank wajib menyampaikan persyaratan dan laporan yang ditetapkan oleh LPS termasuk membayar kontribusi kepesertaan dan premi penjaminan. Apabila tidak dipenuhi, tidak menggugurkan kepesertaannya namun dikenakan sanksi administrsi, denda, dan pidana.

Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Beberapa jenis simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), di antaranya ialah sebagai berikut:
1.      Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
2.      Simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah yang dijamin meliputi:
a.       Giro berdasarkan prinsip wadi’ah;
b.      Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah;
c.       Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank;
d.      Deposito berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau prinsip mudharabah muqayaadah yang risikonya ditanggung oleh bank; dan/ atau
e.       Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP.
3.      Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk berasal dari bank lain.
4.      Nilai simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha Bank.
5.      Saldo tersebut berupa:
a.       Pokok tambahan bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah;
b.      Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk simpanan yang memiliki komponen bunga;
c.       Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk simpanan yang memiliki komponen diskonto.
6.      Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada suatu bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening simpanan nasabah pada bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account);
7.      Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi sorang nasabah adalah saldo rekening gabungna tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah pemilik rekening.
8.      Dalam hal nasabah memiliki rekening tunggal dan rekening gabungna (joint account), saldo rekening yang terlebih dahulu diperhitugkan adalah saldo rekening tuggal.
9.      Dalam hal nasabah memiliki rekening yang dinyatakan secara tertulis diperuntukkan bagi kepentingna pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihka lain (beneficiary) yang bersangkutan.
10.  Sejak Oktober 2008, saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada sebuah bank paling banyak ialah sebesar Rp 2.000.000.000,-
Niali Simpanan yang Dijamin, Premi, dan Kontribusi dari Kepesertaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada suatu bank paling besar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Pemberlakuan nilai simpanan yang dijamin tersebut adalah secara bertahap, yaitu:
a.       Periode 22 September 2005 sampai 21 Maret 2006, seluruh simpanan dijamin.
b.      Periode 22 Maret 2006 sampai 21 September 2006, simpanan yang dijamin paling tinggi Rp 5.000.000.000,-
c.       Periode 22 September 2006 sampai 21 Maret 2007, simpanan yang dijamin paling tinggi Rp 1.000.000.000,-
d.      Periode 21 Maret 2007 dan seterusnya sampai sekarang, simpanan yang dijamin pailing tingg Rp 100.000.000,-
Jumlah simpanan yang dijamin tersebut dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih dari kriteria berikut:
a.       Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan (rush).
b.      Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun.
c.       Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% dari jumlah nasabah penyimpan seluruh bank.

Premi penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
a.       Besarnya premi penjaminan adalah sama untuk setiap bank, yaitu sebesar 0,1% (satu perseribu) dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Premi penjaminan tersebut dibayarkan di muka 2 kali dalam 1 tahun, yaitu periode 1 Januari sampai 30 Juni dibayarkan paling lambat tanggal 31 Januari dan periode 1 Juli sampai 31 Desember dibayarkan paling lambat 31 Juli.
b.      Besarnya premi penjaminan tersebut dapat diubah apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:
1.      Terjadi perubahan nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank.
2.      Akumulasi cadangan penjaminan telah melampui tingkat sasaran sebesar 2,5% dari total simpanan di setiap bank.
3.      Terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan pada industri perbankan.
Kontribusi Kepesertaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
a.       Cara penetapan premi yang sama untuk setiap bank tersebut dapat diubah sehingga tingkat premi menjadi berbeda antara satu bank dan bank yang lain berdasarkan skala risiko kegagalan bank. Namun, perbedaan tingkat premi yang terendah dan tertinggi tidak melebihi 0,5%.
b.      Selain membayar premi penjaminan, bank juga diwajibkan membayar kontribusi kepesertaannya sebesar 0,1% (satu perseribu) dari modal sendiri (equitas) BPR pada akhir tahun fiskal sebelumnya atau dari modal disetor bagi bank baru.
Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal
Penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik
LPS menetapkan untuk melakukan penyelamatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik apabila:
a.       Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank yang dimaksud.
b.      Setelah diselamatkan, bank menunjukkan prospek usaha yang baik.
c.       Ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-sekurangnya memuat kesediaan untuk:
1.      Menyelamatkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS
2.      Tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d.      Bank menyerahkan kepada LPS sokumen mengenai:
1.      Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia.
2.      Data keuangan nasabah debitur.
3.      Struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 tahun terakhir
4.      Informasi lainnya yang terkait denganaset, kewajiban termasuk permodalan bank yang dibutuhkan oleh LPS.
Setelah RUPS menyerahkan hak dan wewenang kepada LPS, LPS dapat melakukan tindakan berikut:
a.       Menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset hak milik yang menjadi hak dan atau kewajiban bank.
b.      Melakukan penyertaan modal sementara.
c.       Menjual atau mengalihkan aset bank tanpa persetuuan nasabah debitur dan atau kewajiban bank tanpa persetujuan nasabah kreditur.
d.      Mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain.
e.       Melakukan merger atau konsolidasi dengan pihak lain.
f.       Melakukan pengalihan kepemilikan bank.
g.      Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, mengubah kontrak bank yang mengikat bank dengan pihak ketiga yang menurut LPS merugikan bank.
Seluruh penyelamatan yang dikeluarkan LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank.
Penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik yang tidak diselamatkan
LPS memutuskan untuk tidak melanjutkan proses penyelamatan bank, maka LPS meminta pencabutan izin usaha bank yang dimaksud sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
LPS melaksanakan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan bank yang dicabut izin usahanya.
Kepercayaan masyarakat merupakan jiwa industri perbanka. Sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, telah menjadikan bank tergantung kepada kesediaan masyarakat menempatkan dana di bank sehingga dapat digunakan oleh bank untuk membiayai kegiatan produktif. Menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan akan menimbulkan masalah signifikan, tidak saja terhadap industri perbankan itu sendiri, tetapi juga terhadap perekonomian secara luas yang menyebabkan timbulnya kerugian ekonomi dan kemudian diikuti dengan munculnya gejolak politik sosial dan politik yang harus dibayar mahal. Kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tentunya harus disambut dengan baik dan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan yang pada akhirnya akan melahirkan industri perbankan yang kokoh.
Dengan begitu, jelaslah posisi penting yang dipegang oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga independen dengan berbagai fungsi, tugas, dan wewenang yang dimilikinya. Namun, tidak sedikit juga kasus perbankan yang membelit negeri ini belum secara optimal dapat teratasi, di antaranya ialah kasus century yang sampai pada saat ini belum menunjukkan titik terang. Oleh karenanya, masih banyak perbaikan yang diperlukan guna meningkatkan efektivitas dari lembaga tersebut terutama dukungan dari pemerintah pusat maupun masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA
http:///www.lps.go.id
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Slamet. Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta: Lembaga Penerbit UI, 2005.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008.


[1] Anna Kuzmaik Walker, “Harnessing teh Free Market: Reinsurance Models for FDIC Deposit Insurance Pricing”, Harvard Journal of Law and Public Policy, (Summer 1995), hal. 737.  
[2] Blanket Guarantee adalah instrumen tindakan darurat berupa pemberian jaminan pembayaran atas kewajiban bank-bank, bersifat sementara dan biasanya diterapkan ketika terjadi krisis sistemik pada sektor perbankan.  
[3] Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 

[4] Bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya sertadinyatakan tidak dapat lagi disehatkan lagi oleh LPP sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.  

Kartu Kredit Dalam Tinjauan Syariah





A.  Definisi


Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat- tempat yang dapat menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit (merchant)[1].

Pengertian kartu kredit Dalam Expert Dictionary didefinisikan: kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk memungkinkan pembawanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya secara hutang.

Pengertian kartu kredit  dalam pasal 1 angka PeraturaBank  Indonesia Nomor

7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008

Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, yaitu:


Kartu Kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang dapat  digunakan  untuk  melakukan  pembayaran  atas  kewajiban  yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang     kartu     berkewajiban     melakukan     pelunasan     kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.

Dibandingkan  dengan  jenis-jenis  kredit  yang  ditawarkan  dunia  perbankan,  kartu kredit merupakan jenis kredit yang paling mudah dan cepat disetujui. Syaratnya sederhana, yaitu fotocopy KTP, slip gaki atau surat keterangan penghasilan, foto dan surat keterangan lain yang dianggap perlu. Bahkan pada perkembangan saat ini, apabila calon pemegang kartu kredit yang bersangkutan hanya perlu menyerahkan fotokopi tagihan kartu kredit tersebut.
Selain kemudahan dalam mengajukan permohonan, kelebihan lain dari penggunaan kartu kredit adalah lingkup penggunaannya yang sangat luas, dari transaksi kecil sampai bervolume besar. Hal ini sangat berguna bagi mesyarakat, terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan, baik untuk bisnis maupun wisata karena kartu kredit juga dapat digunakan untuk melakukan transaksi di berbagai tempat yang menerima pembayaran dengan kartu kredit.

Semakin lama penggunaan kartu kredit di Indonesia semakin luas. Perkembangan kartu kredit terjadi dengan cepat karena ada banyak kemudahan yang diperoleh dari penggunaan kartu kredit. Kartu kredit dinilai lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan alat pembayaran lain, sehingga lebih dikenal di tengah masyarakat.

Oleh masyarakat, kartu kredit digunakan untuk pembayaran transaksi yang dilakukan melalui internet atau toko-toko yang menyediakan layanan pembayaran dengan kartu kredit. Pada transaksi yang dilakukan melalui internet, pihak card holder mempunyai kewajiban untuk menerima barang yang telah dibelinya dari merchant, dan sebaliknya merchant mempunyai kewajiban untuk mengirim barang itu dalam keadaan baik dan spesifikasinya sesuai dengan apa yang dipesan oleh card holder dan berhak untuk menerima pembayaran.

Perkembangan penggunaan kartu kredit yang begitu pesat ini disebabkan karena masyarakat merasa semakin pentingnya penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran dan mengambil uang tunai mengingat kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan.

B.  Sejarah dan Perkembangan


Pembayaran dengan menggunakan kartu kredit mulai dikenal pada awal tahun 1920- an di Amerika Serikat di mana pada saat itu kartu kredit hanya dapat dipergunakan untuk berbelanja di toko yang menerbitkan kartu kredit tersebut[2].

·    Tahun  1924,  Konsep  penggunaan  kartu  dalam  transaksi  perbankan  telah  mulai diperkenalkan. Beberapa tahun kemudian metode pemakaian kartu ini diikuti oleh 100 buah bank di seluruh dunia.
·    Tahun 1950, Dinners Club dan American Express menjadi kartu yang menggunakan plastik pertama.
·    Tahun   1958,   America Express   menawarka kartu   untuk   pasa travel     dan entertainment.

·    Tahun 1966, Bank of Amerika menawarkan lisensi Kartu Amerika Bank ke bank - bank lain untuk membuat kartu pembayaran.
·    Tahun 1969, ATM (Automatic Teller Machine) pertama muncul di Inggris.

·    Tahun 1970, Ide pembuatan kartu kredit diterima secara luas.

·    Tahun 1977, Bank Americard memberi lisensi kartu kredit yang dipusatkan bersama secara resmi dibawah nama Visa.
·    Tahun 1995, Lebih dari 90 persen transaksi perbankan di Amerika dilakukan secara elektronik.
C.  Hukum dan Pembahasan

1.   Perbedaan dan Persamaan Antara Kartu Kredit Konvensional dengan Kartu kredit Syariah

Pada dasarnya, konsep yang digunakan dalam kartu kredit syariah sama seperti kartu kredit konvensional, yaitu berbasis pada pinjaman (hutang-piutang). Namun, berbeda dengan kartu kredit konvensional yang menggunakan bunga sebagai sumber keuntungan bagi Bank, kartu kredit syariah menggunakan akad ijarah, yaitu biaya jasa yang diberikan oleh card holder (pemegang kartu kredit).

2.   Pandangan al Quran terhadap Kartu Kredit[3]


Beberapa dalil al Quran yang menjadi dasar penentuan hukum kartu kredit adalah sebagai berikut:

a QS. al-Ma'idah [5]:1:


Hai orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum- hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
b.   QS. al-Isra' [17]: 34:

Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa'at) sampai ia dewasa; dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.”
Selain dalil yang ada di al Quran, beberapa landasan hukum yang dapat juga digunakan adalah hadits dari Rasulullah saw sebagai berikut:

a Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari Amr bin Auf  al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
Perjanjian    boleh    dilakukan    di    antara    kaum    muslimin    kecuali    perjanjian    yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
b.   Hadis Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Sa'id

al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain.

3.   Ketentuan-Ketentuan dalam Kartu Kredit[4]


Penggunaan kartu kredit syariah dibolehkan (baca: halal) asal memenuhi berbagai ketentuan yang ditetapkan. Jika menyalahi ketentuan tersebut, tentu saja hukumnya akan menjadi tidak boleh (baca: haram). Beberapa ketentuan yang ada adalah sebagai berikut:

Ketentuan Akad


Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah:


Kafalah           : Dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah).

Qardh              : Dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu.

Ijarah               : Dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayana terhada Pemegang   Kartu.   Ata Ijara ini Pemegan Kartu   dikenakan membership fee.

Ketentuan tentang Batasan (Dhawabith wa Hudud) Syariah Card


   Tidak menimbulkan riba.

   Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.

   Tidak  mendorong  pengeluaran  yang  berlebihan  (israf),  dengan  cara  antara  lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.
   Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.
   Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah


Ketentuan Fee


v  Iuran keanggotaan (membership fee)


Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-‟udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.

v  Merchant fee


Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari  harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).

v  Fee penarikan uang tunai


Penerbit  kartu  boleh  menerima  fee  penarikan  uang  tunai  (rusum  sahb  al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.

v  Fee Kafalah


Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah.


Semua bentuk fee tersebut di atas (a s-d d) harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.

Ketentuan Tawidh dan Denda


v  Tawidh


Penerbit Kartu dapat mengenakan ta'widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.

v  Denda keterlambatan (late charge)


Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

Ketentuan Penutup


Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah atau melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

4.   Kaidah Hukum dsan Pendapat Ulama


Dalam menentukan hukum, Dewan Syariah Nasional (DSN) menggunakan beberapa metode fiqhiyah dalam memutuskan hukum yang akan diberlakukan, di antara kaidah yang digunakan ialah sebagai berikut:

ü  Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
ü   Kesulitan dapat menarik kemudahan.”

ü   Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”

ü  Sesuatu  yang  berlaku  berdasarkan  adat  kebiasaan  sama  dengan  sesuatu  yang berlaku berdasarkan syara‟ (selama tidak bertentangan dengan syari'at).”
ü  Menghindarkan  kerusakan  (kerugian)  harus  didahulukan  (diprioritaskan)  atas

mendatangkan kemaslahatan.”


Selanjutnya, mengutip dari beberapa ulama yang berkaitan dengan persolan hutang, yang merupakan komponen utama dari kartu kredit. Beberapa pendapat ulama tersebut ialah sebagai berikut:

§    Imam al-Dimyathi dalam kitab I'anah  al -Thalibin, jilid III, hal. 77-78:

(Tidak sah akad penjaminan [dhaman] terhadap sesuatu [hak] yang akan terjadi

[muncul], seperti piutang dari akad qardh) yang akan dilakukan…. Misalnya ia berkata:

Berilah orang ini utang sebanyak seratus dan aku menjaminnya.‟ Penjaminan tersebut tidak sah, karena piutang orang itu belum terjadi (muncul).
Dalam pasal tentang qardh, pensyarah telah menuturkan masalah ini --penjaminan terhadap suatu hak (piutang) yang belum terjadi -- dan menyatakan bahwa ia sah menjadi penjamin. Redaksi dalam pasal tersebut adalah sebagai berikut: Seandainya seseorang berkata, Berilah orang ini utang sebanyak seratus dan aku menjaminnya. Kemudian orang yang diajak bicara memberikan utang kepada orang dimaksud sebanyak seratus atau sebagiannya, maka orang (yang memerintahkan) tersebut adalah penjamin menurut pendapat yang paling kuat (awjah). Dengan demikian, pernyataan pensyarah di sini (dalam pasal tentang dhaman) yang menyatakan dhaman (terhadap suatu hak yang akan muncul [terjadi]) itu tidak sah bertentangan dengan pernyataannya sendiri dalam pasal tentang qardh di atas yang menegaskan bahwa hal tersebut adalah (sah sebagai) dhaman.”


§    Khatib Syarbaini dalam kitab Mughni al-Muhtaj, jilid III, hal. 202:

(Hal yang dijamin) yaitu piutang (disyaratkan harus berupa hak yang telah terjadi) pada saat akad. Oleh karena itu, tidak sah menjamin piutang yang belum terjadi (Qaul qadim --Imam al-Syafi'i-- menyatakan sah penjaminan terhadap piutang yang akan terjadi), seperti harga barang yang akan dijual atau sesuatu yang akan diutangkan. Hal itu karena hajat
--kebutuhan orang-- terkadang mendorong adanya penjaminan tersebut.”



D.  Fungsi Kartu Kredit: Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan dari penggunaan kartu kredit:


1.   Tidak perlu membawa banyak uang tunai dan aman;

2.   Sistem pembayaran fleksibel;

3.   Membeli barang dengan kredit;

4.   Purchase protection plan otomatis bagi setiap barang yang dibeli dengan credit card;

5.   Bantuan perjalanan luar dan dalam negeri.


Sedangkan kerugian yang dapat ditimbulkan ialah sebagai berikut:


1.   Pemegang kartu sering tergoda menjadi boros;

2.   Kartu kredit merupakan fasilitas untuk memudahkan pembayaran dalam berbelanja

dabukan  tambahapendapatansehingga tidak  diperkenankan  untuk  kegiatan

ekonomi  konsumtif  karena  dapat  menyebabkan  krisis  dengan  efek  domino  pada jangka panjang.
E.  Kesimpulan


Dari pembahsan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya:


§    Hukum kartu kredit konvensional ialah haram.

§    Hukum kartu kredit syariah (syariah card) dibolehkan berdasarkan fatwa DSN-MUI No 54/X/2006.
§    Kartu kredit bertujuan sebagai sarana pembayaran yang lebih fleksibel.





Daftar Pustaka


Fatwa DSN No 54/DSN-MUI/X/2006


Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008.

Slamet.  Dahlan,  Manajemen  Lembaga  Keuangan:  Kebijakan  Moneter  dan  Perbankan, Jakarta: Lembaga Penerbit UI, 2005.


Footnote:
1: Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ed.2, cet.2, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN, 2005).
2: The First Credit Card Was Issued In 1951
3: Fatwa DSN No 54/DSN-MUI/X/2006
4: Fatwa DSN No 54/DSN-MUI/X/2006

Engkau yang di Seberang

Pesona senja merona jingga Indah dipandang mata Langkah berbuah sejarah Tujuan satukan arah Yang lekuk semakin menunduk Yang menunduk be...